KEBIJAKAN tarik subsidi BBM oleh pemerintah dinilai kontraproduktif. Hal itu disampaikan oleh Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati.
“Momennya sangat tidak pas, ketika perekonomian sedang bergerak pada pemulihan, bukan distimulus tapi malah dihambat, kebijakan yang kontraproduktif,” katanya di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/22).
Menurut Anggota Komisi XI DPR RI ini, pada saat yang sama, kondisi geo-politik perang Rusia-Ukraina, membuat perekonomian global semakin tidak pasti karena ancaman inflasi tinggi.
“Padahal masyarakat butuh waktu untuk kembali menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti saat ini,” katanya.
Menurut Anis, kenaikan harga BBM bukan sekadar menaikkan biaya transportasi kendaraan pribadi saja, tapi juga ke hampir semua sektor ekonomi akan terdampak, terutama sektor yang berhubungan dengan masyarakat secara umum.
Wakil ketua BAKN DPR RI ini menyebut kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi akan semakin mendekatkan perekonomian nasional pada kondisi _triple horror_ yang sangat mengkhawatirkan, akan terjadi efek berantai dalam perekonomian.
Baca Juga: Anis Byarwati Dinobatkan sebagai Bunda UMKM, Salurkan 1.050 Alat Produksi Usaha
Kebijakan Tarik Subsidi BBM oleh Pemerintah Kontraproduktif
“Tekanan inflasi tinggi, naiknya harga BBM akan mempengaruhi harga bahan baku di tingkat produsen meningkat, sehingga harga jual ke konsumen akan ikut naik, diperkirakan angka inflasi akan mencapai 7,0-8,0 persen hingga akhir tahun 2022,” ujarnya.
Aleg Perempuan FPKS ini menerangkan bahwa suku bunga tinggi, pasca kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan inflasi umum diperkirakan menembus di level 7,0 – 8,0 persen hingga akhir tahun.
“Kondisi ini memicu kenaikan suku bunga secara agresif, kondisi ini akan membuat biaya ekspansi rumah tangga dan dunia usaha menjadi lebih mahal,” serunya.
Menurutnya, tingginya inflasi dan tingkat suku bunga, sudah pasti menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat.
Aktivitas ekonomi yang sudah mulai bergulir semenjak awal tahun 2022, bisa dipastikan akan melambat, seiring dengan tingginya biaya ekspansi usaha dan beban hidup masyarakat.
“Dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi tahun 2022 akan kembali melambat. Selain itu, menambah angka kemiskinan dan pengangguran,” tuturnya.
Legislator PKS ini menyatakan bahwa kebijakan tarik subsidi Solar dan Pertalite, dipastikan akan meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran.
“Kebijakan Pemerintah mengeluarkan bansos senilai Rp24,17 triliun, dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), bantuan subsidi upah (BSU) dan mengalokasikan 2 persen dana transfer umum pemerintah daerah untuk sektor transportasi umum, ojek, dan nelayan, tidak terlalu banyak membantu,” ujarnya
Menurut Anis, alokasi besaran Bansos tidak sebanding dengan tekanan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat akibat dampak Covid-19 dan angka inflasi yang sudah tinggi sebelumnya.
Besar kemungkinan, pada akhir tahun 2022, angka kemiskinan dan pengangguran akan kembali meningkat.[ind]