MENCINTAI Rasulullah merupakan keistimewaan seorang mukmin. Karena kelak Allah subhanahu wata’ala akan membangkitkan seseorang di hari kiamat bersama orang yang ia cintai.
Para sahabat Rasulullah, laki maupun perempuan, radhiyallahum ajma’in begitu mencintai Rasulullah. Cinta mereka tidak sekadar di kata-kata.
Umar bin Khaththab mengungkapkan cintanya secara tanpa sadar dengan cara yang lain dari yang lain. Hal itu terjadi ketika kabar kematian Rasulullah diumumkan ke publik.
Umar bereaksi sesuai dengan karakternya yang keras. Ia berkeliling mengacungkan pedangnya. “Siapa yang mengatakan bahwa Rasulullah telah wafat?” ucapnya dengan gaya menantang.
Tentu saja, tak seorang pun yang berani mengatakan itu. Semua terdiam. Mereka begitu prihatin dengan keadaan Umar.
Keadaan sahabat mulia itu terus berlangsung beberapa lama. Hingga, datang Abu Bakar Ash-Shiddiq menemui Umar.
Di hadapan Umar, Abu Bakar berusaha menenangkan sahabat karibnya itu. Umar pun mulai menyadari siapa yang datang mendekatinya. Umar mulai tenang dengan kehadiran Abu Bakar.
Abu Bakar mengatakan, “Siapa yang menyembah Allah, Allah selalu hidup dan tak akan pernah mati. Dan siapa yang menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa Muhammad telah mati.”
Mendengar nasihat Abu Bakar yang sarat dengan nilai akidah itu, Umar pun luluh. Ia menangis mengungkapkan rasa hatinya kepada Abu Bakar.
Hal yang mirip terjadi para Umar bin Khaththab juga pernah dialami sahabat Nabi bernama Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhuma.
Bilal merupakan sosok kebanggaan Rasul dan umat Islam saat itu dalam mengumandangkan azan. Suaranya lantang dan merdu, keras tapi terdengar begitu indah.
Di setiap kali masuk waktu shalat, Bilal selalu menjadi muazin.
Namun, hal itu tidak lagi terjadi ketika Rasulullah wafat. Meskipun para sahabat mulia seperti Abu Bakar, Umar dan lainnya mempersilahkan Bilal untuk mengundangkan azan.
Tetap saja beliau menolak. Kenapa? Bilal mengungkapkan alasan apa adanya. Menurutnya, ia tak sanggup mengucapkan kata ‘Muhammad’ meskipun hanya dua kali.
Kalau ia mengucapkan kata itu dengan keras, hatinya membuncah. Air matanya bercucuran mengenang sosok yang paling ia cintai. Dan dipastikan, ia tidak akan mampu meneruskan azan.
Kisah yang lain, ada seorang remaja cerdas yang biasa menggembala kambing. Ia begitu takjub dengan ucapan Rasulullah yang dengan bacaan ‘bismillah’ air susu kambing bisa keluar banyak.
Anak gembala itu bernama Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Ia pun jatuh cinta dengan sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sejak masuk Islam, Abdullah bin Mas’ud berhenti menjadi penggembala. Ia menyatakan diri bersedia penuh menjadi pelayan Rasulullah.
Rasul pun menerima tawaran itu. Abdullah bin Mas’ud selalu bersama Rasulullah kemana pun Rasulullah pergi. Ia seperti layang-layang dengan pemainnya. Ia yang menyediakan air untuk mandi Rasul, menyiapkan sandal, bahkan membangunkan tidur Rasul kalau ketiduran.
Sejarah mencatat, hanya Abdullah bin Mas’ud, sahabat yang diperbolehkan masuk ke kamar Rasul. Dan Rasulullah membolehkannya.
Seperti itulah bentuk kecintaan Abdullah bin Mas’ud dengan Rasulullah. Ia ‘menihilkan’ dirinya semata-mata untuk melayani Rasulullah.
Semoga ungkapan cinta kita kepada Rasulullah tidak sebatas kata-kata. Tidak juga sebatas ritualitas saja. Tapi benar-benar wujud dalam perbuatan kita sehari-hari. [Mh]