BUNDA dan ayah mungkin pernah menghadapi anak yang tidak ingin makan makanan baru. Kadang kita harus membujuknya, dan ia terlihat takut dengan makanan yang baru dilihatnya. Ini dinamakan dengan Food Neophobia.
Neophobia (dari bahasa Yunani neos, baru dan phobein, takut) adalah ketakutan akan sesuatu yang baru atau asing, sebagaimana dilansir dari Alimentarium.
Baca Juga: 5 Makanan Mengandung Karbohidrat Pengganti Nasi
Food Neophobia., atau ketakutan mencoba makanan baru, dianggap sebagai tahap normal dalam perkembangan anak dan mempengaruhi antara 50 persen dan 75 persen anak-anak.
Biasanya terjadi antara usia dua dan enam tahun dan kemudian hilang saat anak-anak tumbuh dewasa. Namun, dalam beberapa kasus, itu dapat berlanjut hingga dewasa.
Mereka akan langsung menolak makanan saat disajikan bukan setelah dicicipi.
Food Neophobia berbeda dengan picky eater. Jika picky eater anak biasa menolak makanan yang dia sudah kenal maupun yang tidak pernah dikenalnya.
Sedangkan food neophobia anak menolak makanan yang tidak pernah dikenal sebelumnya atau baru saja ia mengenalnya.
Menurut laman The Asian Parent, fenomena food neophobia awalnya digambarkan sebagai mekanisme pertahanan diri anak.
Anak memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi karena melihat, merasakan atau mengalami sesuatu hal yang baru.
Food neophobia jarang terjadi pada bayi baru lahir dan terkadang terjadi setelah mereka mengonsumsi MPASI.
Kemudian mencapai puncaknya pada anak-anak antara usia dua dan enam tahun.
Food neophobia dapat menyebabkan defisiensi nutrisi karena sering menyangkut kelompok buah dan sayuran, yang mengandung vitamin penting bagi tubuh.
Menurut penelitian, anak-anak membentuk gambaran mental tentang seperti apa makanan yang dapat diterima dan mungkin baunya.
Dengan demikian mereka menolak segala sesuatu yang terlalu berbeda dari gambaran ini.
Jika suatu makanan dikenali dan diterima pada tingkat visual, makanan itu akan dicicipi. Seleranya kemudian akan dinilai berdasarkan subjektifnya (positif atau negatif), yang pada gilirannya akan dikaitkan dengan citra visual.
Pengalaman yang sukses dan terus-menerus positif dengan makanan tersebut akan mengurangi keengganan anak untuk memakannya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa bahan makanan harus disajikan delapan kali kepada seorang anak agar dapat diterima.
Menyajikan makanan baru dengan cara yang positif, menyenangkan atau membuatnya terhibur saat melihat sesuat di atas piring, tampaknya dapat mengurangi fobia yang ditimbulkannya.
Di sisi lain, memaksa anak untuk mengonsumsi makanan baru dapat meningkatkan fobia. [Ln]