KUMANDANG takbir menggema di telinga dan hati kita. Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Bukan tentang diri kita yang lebih besar.
Suara takbir yang berkumandang dua hari terakhir ini mengingatkan kita tentang makna lain. Yaitu, Allahlah Yang Maha Besar. Bukan yang lain, termasuk ego diri kita.
Makna ini semestinya menjadi muhasabah diri. Ingatlah wahai hamba-hamba Allah, letakkan perintah Allah di atas gairah nafsu diri kita.
Kalimat takbir ini sepertinya ingin Allah tanamkan kuat di hati kita. Manusia ini kecil, lemah, dan tak pantas merasa lebih besar dari Allah subhanahu wata’ala.
Sedikit saja ego menganggap bahwa ada yang lebih besar dalam diri kita, itu pertanda bibit sombong mulai bersemayam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan, “Tidak akan masuk surga orang yang ada sombong dalam hatinya, meskipun sekecil dzarrah.”
Kita mungkin tidak akan mengecilkan perintah Allah. Tidak juga merendahkan syariatnya. Tapi, siapa tahu, tanpa sadar diri ini telah mendeklarasikan bahwa tidak ada manusia saat ini sehebat diri kita.
Itulah yang dihembuskan setan dalam bisikannya di saat ada orang soleh sedang shalat malam. Setan memang tidak menghalangi amal terpuji itu.
Setan cukup mengatakan, “Nampaknya, tak ada orang sesoleh Anda di kampung ini. Di saat mereka tertidur pulas, Anda beribadah dengan begitu giat!”
Dan bergeserlah niat kita. Yang sebelumnya beribadah semata-mata karena Allah, tapi bergeser ke bisikan setan tadi: karena saya yang paling soleh di kampung ini.
Kebanggaan ini pun menghipnotis diri untuk mendeklarasikannya ke orang lain. Ketika dalam sebuah obrolan, tercetuslah ucapan, “Rasanya ngantuk sekali.”
Ucapan ini bukan tanpa maksud. Tapi sebuah penggiringan ke lawan bicara agar sudilah bertanya kenapa. Karena sebuah jawaban sudah sangat ingin diucapkan, “Saya ngantuk karena semalam begadang di shalat malam!”
Dalam sisi yang berbeda, kadang bibit sombong menjelma dalam rasa telah berjasa banyak. “Kalau bukan karena saya….”
Berhati-hatilah, kalau sombong terbiasa muncul dengan sesama manusia, pada gilirannya akan berani berhadapan dengan Allah Yang Maha Besar.
“Allahu Akbar! Allahu Akbar! Walillahil hamdu!” Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Dan hanya untuk Allah segala pujian.
Siapalah kita yang merasa pantas untuk dipuji. Merasa rendahlah karena kita memang tak berdaya apa-apa di atas alam ini.
Aib kita begitu banyak. Kebodohan kita menggunung. Tapi semua Allah tutupi dengan kasih dan sayangNya. [Mh]