Mencoba melayani kebutuhan jamaah yang tuli, Masjidil Haram di Makkah telah melatih puluhan karyawan mereka untuk memahami bahasa isyarat guna membantu jamaah yang berkebutuhan khusus agar lebih bisa mencapai perjalanan spiritual mereka ke tanah suci.
“Orang-orang cacat statusnya sama seperti orang normal lainnya setelah mereka memasuki Rumah Allah (Masjidil Haram),” kata Kepala Masjidil Haram Waleed Basamad kepada Saudi Gazette pada hari Ahad 22 Maret kemarin.
“Ini adalah tugas kita untuk menjangkau mereka dan berbicara dengan bahasa mereka sehingga memastikan mereka memiliki waktu yang nyaman di masjid.”
Menurut Basamad, 30 karyawan masjid telah dilatih oleh akademi bahasa isyarat untuk melayani para jamaah yang tuli.
Lokakarya bahasa isyarat, yang disampaikan oleh instruktur bahasa isyarat Mohammad Al-Abumadrah, datang sebagai bagian dari program pelatihan akademi yang diadakan dengan judul “Keterampilan Komunikasi Efektif”.
“Akademi ini menawarkan pelatihan dan lokakarya terus menerus namun program bahasa isyarat bagi kami sangat penting,” kata Basamad.
“Kami mempromosikan keramahan para karyawan untuk memastikan mereka menyambut dan menerima tamu yang datang ke masjid dengan cara yang paling terhormat.
“Akademi ini bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi terbaru dalam program yang bermanfaat maksimal dan mewakili masjid dengan cara yang terbaik.”
Inisiatif untuk menggunakan bahasa isyarat di masjid-masjid bukan hal baru di beberapa negara-negara Muslim.
Pada Desember 2013, Sharjah otoritas keagamaan UEA mengumumkan rencana mereka untuk menawarkan khotbah Jumat di lima bahasa, bersama dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa isyarat.
Sedangkan di masjid Nabawi di Madinah, staf perempuan di masjid juga menawarkan layanan multibahasa untuk jamaah non-berbahasa Arab.
Berbicara dengan 17 bahasa, yang umum di kalangan jamaah, staf perempuan masjid dapat dengan mudah memandu ribuan pengunjung setiap harinya.
“Ini adalah hasil dari pelatihan dan kursus intensif yang dimulai hampir satu dekade yang lalu,” salah satu dari supervisor mereka mengatakan kepada surat kabar Al-Watan.
17 bahasa itu termasuk, bahasa Inggris, Urdu, Perancis, Turki, Malawi, Indonesia, Malaysia, Hindi, Persia, Hausa, Pashto, Thailand dan Malawi.[af/onislam]