TAHAPAN bukan hanya pada program organisasi. Dalam kehidupan suami istri, tahapan penyesuaian pun berlangsung. Disengaja atau tidak.
Hubungan suami istri tidak selalu karena kebutuhan biologis. Lebih dari itu, suami istri menyatu karena terjalinnya ikatan jiwa.
Masalahnya, ada jalinan yang berlangsung cepat dan ada pula yang lambat. Cepat atau lambatnya jalinan itu terjadi karena tingkat penyesuaian diri masing-masing pihak.
Setidaknya, ada tiga tahap penyesuaian kehidupan suami istri. Yaitu:
Satu, Tahap Pengenalan.
Tidak semua yang saling kenal secara sepintas bisa dikatakan sudah benar-benar kenal. Hal ini karena selalu ada sisi “dalam” setiap orang. Dan sisi itu baru bisa terlihat setelah pengenalan luar dalam.
Umar bin Khaththab baru bisa merasa kenal dengan seseorang setelah bersama-sama melakukan perjalanan panjang. Setidaknya, perjalanan dengan menginap bersama selama tiga malam.
Hal ini karena seseorang baru terlihat jati dirinya di saat mengalami hal yang berat, tidak mengenakkan, dan sejenisnya.
Jadi, ada sisi “luar” manusia yang biasa terlihat. Tapi, itu bukan sepenuhnya mencerminkan tentang dirinya seratus persen. Karena ada sisi “dalam” yang masih misteri.
Begitu pun dalam kehidupan suami istri. Meskipun sudah kenal lama, belum tentu yang dikenal suami terhadap istrinya atau istri terhadap suaminya seperti itu adanya.
Butuh waktu lama untuk tahapan saling kenal yang sempurna itu. Karena yang sedang ditelusuri itu bukan fisik yang tampak, tapi keadaan jiwa yang selalu tersembunyi.
Dua, Tahap Adaptasi.
Setelah saling kenal, rasa cinta menggiring suami istri untuk saling adaptasi. Suami beradaptasi ke istri dan begitu pun sebaliknya. Itulah adaptasi yang baik.
Sementara adaptasi yang buruk adalah yang terjadi di satu pihak saja. Sementara, pihak lainnya seolah seperti pelengkap penderita.
Contoh, suami suka tidur larut malam. Istri suka tidur selepas Isya. Setelah masing-masing pihak mengenal kenapa mereka berbeda, ada adaptasi dari keduanya.
Yang tidur larut malam mempercepat tidurnya. Dan yang tidur selepas Isya memperlambat waktu tidurnya. Itulah adaptasi yang seimbang.
Tiga, Tahap Penyatuan.
Pernikahan adalah penyatuan dua belahan jiwa. Penyatuan artinya menjadi sesuatu yang baru. Bukan dominasi yang artinya salah satu dari keduanya terkalahkan oleh yang lain.
Penyatuan selain memberikan warna baru dari dua jiwa yang berbeda, juga mewujudkan energi baru sebagai gabungan dari energi yang berbeda. Dan itulah energi sebuah keluarga di mana suami istri menjadi pelopor utamanya.
Dalam tahap itu, suami memberikan sesuatu kepada istri bukan karena istrinya minta. Tapi karena ia mengerti apa yang dibutuhkan istrinya. Begitu pun istri terhadap suami.
Dalam hal yang sama, suami juga tidak melakukan sesuatu karena paham istrinya tidak suka. Begitu pun istri terhadap suami.
Itulah tahap penyatuan yang indah. Yaitu, munculnya sinergi baru sebagai gabungan dua energi yang saling menguatkan dan menyempurnakan. [Mh]