UNGKAPAN cinta suami dan istri itu berbeda. Masing-masing memiliki kekhasannya. Dan dengan berbeda itulah keseimbangan cinta menjadi langgeng.
Berikut ini kekhasan ungkapan cinta suami dan istri. Jangan salah artikan berbeda itu nggak singkron. Justru dengan berbeda itulah keseimbangan menjadi langgeng.
Pertama, suami ingin menguasai dan istri ingin melayani.
Menguasai tidak berarti selalu negatif. Suami yang ingin menguasai artinya ingin menunjukkan tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Karena itu, segala hal tentang keluarga diinginkan agar berada dalam kendalinya. Terutama hal-hal besar yang prinsipil, seperti lokasi rumah, anggaran keluarga, pendidikan anak, dan lainnya.
Jadi, biarkan rasa ingin menguasai suami itu berlangsung normal. Tentu selama tidak bertentangan dengan aturan agama.
Begitu pun dengan istri. Cinta istri terungkap melalui rasa ingin melayani. Mulai dari urusan suami, rumah tangga, hingga pernak-pernik anak.
Berbeda dengan suami yang terkait dengan hal besar dan prinsipil, ruang lingkup perhatian istri justru pada yang kecil dan terkesan remeh temeh.
Contoh, tentang warna cat rumah, antara alat makan minum dari beling atau dari melamin, warna gordin, posisi dapur, dan lainnya.
Karena itu masing-masing pihak sadar posisi dan sadar ruang lingkup tanggung jawab. Karena melompat posisi berarti “benturan” ungkapan cinta.
Misalnya, suami jangan terlalu dalam mencampuri hal teknis rumah. Biarkan hal itu diselesaikan istri. Begitu pun istri, jangan mengotak-atik tanggung jawab keluarga. Kecuali jika memang ada yang salah.
Dua, suami berjuang di luar rumah dan istri bertempur di dalam.
Sudah menjadi hal wajar jika suami jarang di rumah. Karena wilayah perjuangannya memang di luar sana. Yaitu, tentang nafkah dan ekonomi keluarga.
Sementara istri pertempurannya di dalam rumah. Tentang kebersihan rumah, tentang anak-anak, tentang masakan, dan lainnya.
Sekali-kali, jangan pernah remehkan wilayah perjuangan masing-masing pihak. Misalnya, istri yang meremehkan suami karena enak-enakan di luar rumah sementara ia begitu capek dengan rumah.
Begitu pun dengan suami. Jangan sekali-kali meremehkan pertempuran istri di dalam rumah. Meskipun hanya tentang anak-anak dan masakan.
Meremehkan masing-masing peran hanya akan merusak kesinambungan cinta suami istri. Saran dan kritik boleh-boleh saja. Tapi jangan untuk diremehkan.
Tiga, bingungnya suami dengan diam dan runyamnya istri justru dengan bicara.
Jika mentok dengan masalah yang pelik, biasanya suami lebih banyak diam. Meski fisiknya ada tapi pikirannya pergi entah kemana.
Karena itu, berikan waktu dan ruang yang memadai untuk diamnya suami. Biasanya hal itu tidak lama. Seiring dengan masalah yang nantinya bisa ia pecahkan.
Namun hal berbeda dengan istri. Justru, runyamnya pikiran istri diungkapkan dengan banyak bicara, banyak komen, banyak protes, dan lainnya. Pendek kata, lebih bawel dari biasanya.
Karena itu, maklumi saja jika di tanggung bulan istri lebih banyak komen dari biasanya. Karena saat itulah pikirannya lagi runyam.
Ungkapan cinta suami istri itu memang tidak sama. Dan justru di situlah keharmonian berlangsung. Belajarlah untuk memahami bukan memaksa untuk bisa dipahami. [Mh]