IMAM Ghazali dalam Kitab Al-Ihya menjelaskan tiga jenis orang yang berpuasa. Tiga jenis itu merupakan tingkatan dari yang paling bawah hingga yang paling atas.
Yang pertama, orang yang berpuasa dengan menahan nafsu perut dan kemaluan. Orang ini tidak makan dan minum. Tidak juga melakukan hubungan suami istri.
Orang puasa yang ini memang tidak makan, minum, dan hubungan seksual; tapi masih belum menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan dosa.
Yang kedua, orang yang berpuasa dengan menahan penglihatan, pendengaran, ucapan, dan anggota tubuh lain dari berbuat dosa.
Inilah yang disebut Imam Ghazali sebagai puasanya orang “khusus”. Yaitu, bukan sekadar menahan lapar haus dan syahwat seksual; tapi juga menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Yang ketiga, orang yang berpuasa dengan menjaga hatinya dari menginginkan sesuatu selain Allah subhanahu wata’ala.
Hatinya selalu terjaga untuk menjadikan Allah sebagai tujuan segalanya. Hatinya dijaga untuk tidak gandrung kepada syahwat duniawiyah, dan hal-hal hina lainnya dari hiasan dunia.
Inilah level tertinggi orang yang berpuasa. Ia disebut Imam Ghazali sebagai puasanya orang “khusus dari khusus”. Yaitu, puasanya orang-orang istimewa di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Kini, jawaban dikembalikan ke kita semua. Di posisi mana kira-kira jenis puasa kita. Apakah di tingkatan pertama, kedua, atau ketiga.
Yang kita khawatirkan adalah apa yang pernah disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar dan haus.” (HR. Thabrani)
Orang yang sukses itu adalah orang yang prestasinya selalu meningkat seiring perubahan waktu. Dan jangan sampai dari waktu ke waktu, puasanya hanya berkutat dalam menahan lapar dan haus.
Orang seperti ini hanya seolah mengganti jadwal makan dan minum saja. Dari biasanya di semua waktu, menjadi di waktu sahur dan sepanjang malam. [Mh]