ChanelMuslim.com – Dalam surah Al-Insyiqaq Allah bersumpah dengan menggunakan berbagai petunjuk waktu. Yaitu waktu maghrib dan isya kemudian saat bulan benar-benar mencapai bentuk sempurnanya di malam purnama.
“Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, dan dengan bulan apabila jadi purnama” (QS. 84: 16-18).
Ustaz Dr. H. Saiful Bahri, M.A mengatakan bahwa para pakar banyak menafsirkan perihal bulan ini dengan kesempurnaan bentuk di saat purnama, yaitu tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. Dan kita disunnahkan berpuasa pada hari-hari tersebut.
Baca Juga: Langit, Bumi dan Manusia, Tadabbur Surah Al-Insyiqaq (Bag.2)
Langit, Bumi dan Manusia, Tadabbur Surah Al-Insyiqaq (Bag.3)
Tiga hal tersebut: permulaan malam, kemudian sepanjang waktu malam, serta cahaya bulan yang penuh di saat purnama, semuanya adalah karunia Allah yang diberikan untuk manusia.
Dan sebagaimana malam berproses dan mengalami perubahan maka manusia juga akan melalui waktu yang sama. Dari kegelapan ketiadaan diterangkan dengan dikeluarkan di bumi Allah.
Kemudian setelah mati ia kembali ke perut bumi (sebagai bahan dasar penciptaan manusia). Dan setelah itu ia dibangkitkan kembali oleh Allah.
Sesungguhnya pada kegelapan dan kejadian di malam hari banyak tanda-tanda yang memberi sinyal dan berita tentang kekuasaan Allah yang tak terbatas, serta kehendak-Nya yang tak tertandingi oleh siapapun.
Maka Dzat yang demikian tentu sangat mudah jika menginginkan sebuah hari kebangkitan dan pertanggungjawaban dari manusia dan jin terhadap apa yang mereka lakukan selama hidup di dunia.
“Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)” (QS. 84: 19).
Karena manusia selalu berproses. Ia diciptakan dari setetes air mani yang kemudian sel sperma yang ada di dalamnya membuahi ovum sampai kemudian menjadi janin yang bernyawa, kemudian terlahir ke dunia, menjadi anak-anak, remaja hingga dewasa dan kemudian kembali tua dan tidak berdaya sampai kemudian ia menemui ajalnya.
Sebagian ahli tafsir ada yang mengartikan tingkatan di sini adalah tingkatan amal dan perbuatan manusia yang berbeda-beda. Seperti halnya kesusahan-kesusahan yang diterima Rasul saw. ketika di Makkah.
Sebagian lagi menafsirkan kesulitan-kesulitan yang akan diterima kaum kuffar juga bertingkat-tingkat, kelak di akhirat.
Tapi pendapat pertama lebih banyak dipakai dan digunakan.
Bersambung… [Ln]