Chanelmuslim.com – Tetap Duduk Hingga Matahari Bersinar Setelah Shalat Subuh
“Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Apabila Nabi Shallallahu Alaihi wa Salam selesai shalat shubuh, beliau tetap duduk bersila di majlisnya hingga matahari bersinar terang.” (HR. Abu Dawud)
Menurut Imam Abu Zakaria An-Nawawi, hadits ini adalah hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dengan sanad yang shahih.
Setelah selesai melaksanakan shalat shubuh berjamaah bersama para sahabat, Shallallahu Alaihi wa Salam tidak langsung pulang ke rumahnya. Akan tetapi beliau tetap berada di tempatnya sambil duduk bersila hingga matahari memancarkan cahayanya ke muka bumi. Dalam duduknya, beliau senantiasa berdzikir dan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla Sang Pencipta.
Baca Juga: Posisi Duduk W, Benarkah Berbahaya?
Tetap Duduk Hingga Matahari Bersinar Setelah Shalat Subuh
Apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam setelah shalat shubuh ini juga diikuti oleh sebagian istri-istrinya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan At-Tirmidzi dari Ummul Mukminin Juwairiyah binti Al-Harits Radhiyallahu Anha.
Diceritakan, bahwasanya suatu hari ketika gilirannya Juwairiyah, Nabi meninggalkannya untuk pergi ke mesjid melaksanakan shalat shubuh bersama para sahabat. Sementara Juwairiyah sedang berada di tempat shalatnya di dalam rumah ketika beliau tinggalkan.
Kemudian pada waktu dhuha saat matahari telah bersinar terang. Nabi kembali lagi ke rumah Juwairiyah untuk suatu urusan dan beliau mendapatkannya masih tetap berada di tempat shalatnya. Lalu beliau bertanya, “Apakah engkau tetap dalam keadaan seperti ini sejak aku tinggalkan?” Kata Juwairiyah, “Ya.” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda, “Sesungguhnya aku telah membaca empat kalimat sebanyak tiga kali setelah meninggalkanmu, dimana sekiranya empat kalimat itu ditimbang dengan apa yang engkau baca sejak tadi, niscaya akan seimbang. Empat kalimat itu ialah; Subhanallah wabihamdihi ‘adada khalqihi waridhaa nafsihi wazinata ‘arsyihi wamidaada kalimatihi.”
Yang artinya : Mahasuci Allah dengan pujian sebanyak mahluk-Nya, keridhaan diri-Nya, seberat singgasana-Nya, dan sepanjang kalimat-kalimat-Nya.
Sumber : 165 Kebiasaan Nabi, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al Kautsar