Chanelmuslim.com – Pada dasarnya, tidur adalah aurat. Karena ketika seseorang tidur, dia tidak sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya. Sehingga sekiranya auratnya tersingkap ketika tidur, dia tidak akan mengetahuinya. Padahal biasanya, jika seseorang tidur, dia akan melakukan gerakan-gerakan tubuh yang mungkin dapat menyingkapkan pakaiannya. Belum lagi jika seseorang tidur dalam posisi tertentu dan dalam keadaan sangat pulas.
Itulah makanya, di dalam Al-Qur’an disebutkan tiga macam waktu dilarangnya seseorang menemui orang lain. Karena tiga waktu tersebut adalah waktu tidur bagi orang-orang pada umumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, hendaknya budak-budak yang kalian miliki dan anak-anak yang belum mencapai baligh di antara kalian meminta izin sebanyak tiga kali, yaitu; pada waktu sebelum shalat fajar, ketika kamu melepaskan pakaian di siang hari, dan setelah shalay isya’. Tiga waktu itu adalah aurat bagi kalian” (An-Nur: 58)
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, bahwa tiga waktu ini yakni (1) sebelum shalat fajar, (2) siang hari beberapa saat selepas shalat zhuhur, dan (3) sesudah shalat isya’, adalah waktu tidurnya orang-orang pada umumnya. Dan pada tiga waktu ini, seorang anak kecil yang belum baligh pun atau seorang budak yang sudah biasa bertemu dengan tuannya sehari-hari, mesti meminta izin terlebih dahulu jika akan menemui orang tuanya atau tuannya. Karena pada saat itu, biasanya orang-orang sedang tidur atau beristirahat. Dan Allah menyebut tiga waktu ini sebagai “aurat.”
Kemudian, dikarenakan tidur adalah aurat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun berhati-hati jika sedang tidur (tidur-tiduran) di masjid atau ditempat terbuka. Abdullah bin Yazid Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berbaring di masjid dengan meletakkan satu kakinya di atas kakinya yang lain.” (Muttafaq Alaih)
Yang dimaksud dengan “berbaring,” yaitu bisa jadi tidur-tiduran dan bisa juga tidur dalam arti sesungguhnya. Sedangkan “meletakkan satu kakinya di atas kakinya yang lain,” adalah menyilangkan salah satu kakinya di atas kakinya yang lain. Dengan demikian, jika seseorang mengenakan kain atau sarung, maka kain atau sarung itu tidak akan tersingkap. Sehingga auratnya pun tidak akan tampak.
Jika kita perhatikan, kebiasaan tidur beliau dalam hal ini berbeda dengan kebiasaan tidur beliau saat berada di rumah atau tidur beliau pada malam hari atau ketika beliau berbaring seusai mengerjakan shalat sunnah fajar. Sebagai-mana telah kita ketahui, bahwa beliau biasa tidur dengan posisi miring ke sebelah kanan dan meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanannya.
Ada beberapa catatan tentang hal ini. Pertama, tidur beliau dalam posisi miring menghadap ke sebelah kanan adalah posisi tidur beliau yang normal. Dalam arti kata, beliau tidur seperti ini hanya pada saat berada dalam kondisi ‘aman’, yakni ketika berada dalam rumah atau terlindung dari jangkauan pandangan orang lain, selain keluarganya. Sedangkan kedua, pada saat beliau tidur (tidur-tiduran) di tempat yang terbuka, di masjid misalnya, maka beliau lebih mengutamakan posisi yang aman agar kainnya tidak tersingkap atau supaya auratnya tidak tampak. Dan ketiga, kedua posisi tidur beliau ini merupakan contoh yang baik bagi umatnya. Karena bagaimanapun juga, ada posisi tidur yang tidak elok dipandang dan tidak bagus bagi kesehatan.
Demikianlah kebiasaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika sedang tidur atau tidur-tiduran dimasjid. Beliau sangat berhati-hati dalam mengatur posisi tidurnya. Dan, sudah seharusnya kita mencontoh beliau dalam hal ini jika sedang berbaring atau tidur-tiduran di masjid.
(Sumber: 165 Kebiasaan Nabi, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al-Kautsar)