BAGAIMANA menyikapi anak-anak yang berisik di masjid saat sedang shalat? Malam ke-23 Ramadan ini shalat tarawih di masjid komplek rumah kembali ditingkahi suara anak yang berisik.
Mereka datang ke masjid hanya untuk bermain-main, lari-lari dan bercanda dengan suara keras.
Suara anak-anak yang mengganggu konsentrasi imam dan jamaah ini jumlahnya berkisar 8 orang usia sekitar 5 s.d. 13 tahun.
Anehnya, shalat tarawih selesai, mereka berhenti bermain-main dan bubar sendiri.
Saya coba intip dari balik tirai pas jeda shalat. Lebih banyak anak laki-laki asyik sekali tertawa sambil teriak-teriak di halaman masjid.
Pengurus DKM tampaknya sudah capek mengingatkan orang tua agar bisa mengamankan anak-anaknya.
Kemarin malam, salah seorang pengurus DKM sampai mengancam tidak akan meneruskan shalat jika anak-anak terus ribut.
Anak yang tidak shalat diusir pergi. Ancaman ini lumayan ampuh, suasana lebih tenang di dalam.
Sementara anak yang berada di halaman tetap saja tidak ikut shalat tarawih. Di,mana orang tua mereka? Ternyata tidak semua anak ditemani oleh orang tuanya.
Saya berada di area jamaah perempuan. Banyak juga anak perempuan seusia 4 tahun s.d. 12 tahun.
Ada yang diajak ibunya, ada yang datang sendiri. Mereka hanya ngobrol, juga bercanda hingga mengganggu kekhusyukan.
Namun anak perempuan lebih mudah diingatkan. Meski mereka hanya ikut dua raka’at tapi mereka masih bisa diatur.
Beberapa malam ini saya juga dibuntuti cucu (azima 3,5 tahun) ikut ke masjid.
Kalau tidak diajak, wah langsung nangis berurai air mata. Kemarin malam azima mau lari-lari.
Saya bisiki:” Azima, ingat ya janji sama Bunda tadi di rumah tidak nangis, tidak teriak-teriak, tidak lari-lari, dan tidak ngompol. Kalau lari-lari di masjid, nanti Mbah Putri tidak ajak lagi shalat tarawih”.
Azima terdiam (mikir sepertinya). Saya cium pipinya, ayo tos tangannya.
Telapak tangan kanan saya dan tangan Azima bertepuk serempak. Kemudian Azima ikut shalat walau kepalanya tengok ke kanan dan ke kiri.
Azima ikut shalat dua rakaat, setelah itu hanya duduk saja. Relatif tenang. Lihat teman-teman sebayanya, hanya senyum-senyum dari jauh.
Tiap selesai dua rakaat, Azima selalu bertanya berapa lama lagi Mbah Putri? Azima capek.
Anak-anak senang datang ke tempat keramaian, karena ada teman-teman sebayanya (peer group).
Baca juga: Cara Ampuh Mengatasi Anak Rewel saat Perjalanan Mudik
Cara Menyikapi Anak yang Berisik di Masjid
Delapan tahun lalu, melihat situasi anak-anak yang sulit dikendalikan, kami berinsiatif menyelenggarakan shalat tarawih khusus anak di tempat terpisah dari masjid utama.
Dua tahun pertama, shalat tarawih untuk anak diselenggarakan di rumah saya.
Ada ruangan cukup luas bisa menampung sekitar 60 anak. Mereka yang tidak ikut mudik orang tuanya bisa mengikuti shalat tarwaih sampai malam ke-27.
Yang menjadi imam shalat adalah anak saya yang sedang libur kuliah.
Setelah dua tahun, shalat tarawih dipindah ke Gedung LTQ.
Aula gedung yang baru selesai dibangun langsung digunakan untuk kegiatan ini. Alhamdulillah jumlah anak yang ikut tarawihan bertambah.
Inisiatif ini diambil bertujuan untuk menjaga kekhusyukan shalat jamaah orang tua yang berada di masjid.
Di sisi lain, keinginan membangun suasana ibadah Ramadan pada anak-anak tetap terjaga.
Sudah tiga tahun ini, shalat tarawih khusus anak-anak dipusatkan di gedung TPA yang letaknya bersebelahan dengan teras masjid.
Tidak mudah juga, masih ada anak-anak yang berkeliaran lari-lari sementara sebagiannya lagi ikut shalat.
Baca juga: Shalat Tarawih Memberikan Berkah untuk Psikologis Umat Muslim
Kejadian kemarin malam ada pengurus DKM yang sampai marah. Berisiknya anak-anak sampai mengganggu kekhusyukan Imam shalat.
Kenapa sampai demikian? Sejak shalat tarawih berpindah ke gedung TPA, anak-anak diarahkan shalat hanya 20 malam, setelah itu digabung kembali dengan jamaah orang-orang tua. Ya wajarlah suasana shalat jadi terganggu.
Anak-anak memang memiliki dunianya sendiri. Namun mereka sudah membawa nilai-nilai positif.
Kewajiban orang tua/orang dewasalah yang menjaga dan menumbuhkan nilai positif ini menjadi sesuatu yang bermakna dan berdaya guna bagi sesama.
Wahai ayah dan ibu, ketika akan mengajak atau melepas anak ke ruang publik, jangan pernah bosan untuk memberi rambu-rambu pada anak.
Apalagi ke tempat ibadah, buatkan semacam syarat atau permintaan orang kepada anak. Orang tua melatih dan meminta pendapat anak sehingga kedua belah pihak akan saling menghargai.
Anak merasa dikabulkan keinginannya. Orang tua merasa diterima nasihatnya.
“Didiklah anak kalian, karena sesungguhnya ia diciptakan untuk zamannya bukan zamanmu”.
Wallahu a’lam bisshawwab.[ind]
Catatan Ustazah Wiwi Wirianingsih di akun Facebook pada 8 Juni 2018 pukul 01.24