KONSELOR Keluarga, Cahyadi Takariawan menjelaskan mengenai proporsional dalam kesedihan.
Imam Malik di dalam kitab Al-Muwatha’ meriwayatkan sebuah kejadian sedih.
Di kalangan Bani Israil terdapat seorang faqih, alim dan ahli ibadah.
Dia sangat mengagumi dan mencintai istrinya.
Ketika istrinya wafat, dia sangat bersedih hingga menyendiri di rumah dan menutup diri.
Tidak seorang pun yang boleh menemuinya.
Ada seorang perempuan yang mendengar keadaannya.
Perempuan itu mendatanginya dan berkata “Aku ada perlu dengannya. Aku ingin meminta fatwa dan tidak bisa diwakilkan.”
Seseorang menyampaikan kepada sang faqih.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
View this post on Instagram
“Ada seorang perempuan yang ingin meminta fatwa kepadamu. Perempuan itu berkata bahwa ia hanya ingin berbicara denganmu.”
Sang faqih berkata, “Suruh dia masuk.”
Petempuan itu masuk dan berkata, “Aku datang untuk meminta fatwa dalam suatu perkara.”
“Apa itu?” tanya sang faqih.
“Aku meminjam perhiasan dari seseorang. Aku memakainya beberapa waktu, kemudian ia memintaku untuk mengembalikan. Apakah aku harus mengembalikankannya?’
Proporsional Dalam Kesedihan
Baca juga: Kerja Sama Suami Istri Dalam Membangun Keluarga
“Ya, demi Allah,” jawab sang faqih.
“Tapi perhiasan itu telah berada padaku selama beberapa waktu.”
“Justru lebih wajib atasmu untuk mengembalikankannya ketika ia telah meminjamkannya beberapa waktu,” ujar sang faqih.
“Semoga Allah merahmatimu. Apakah kamu menyesali apa yang yang Allah pinjamkan kepadamu kemudian Dia mengambilnya darimu sementara Dia lebih berhak daripada dirimu?”
Laki-laki faqih terhentak. Ia segera tersadar dari kekeliruannya.
Ucapan perempuan ini sangat menyentuh kesadarannya.[Sdz]