DALAM Islam, ada larangan memberi upah penjagal dari daging qurban. Seorang netizen bertanya tentang dari mana kita mengupah penjagal?
Bagaimana pemberian upah untuk penyembelih hewan qurban/penjagal? (Hengki Hariadi)
Ustaz Farid Nu’man Hasan, S.S., M.Ikom. menjelaskan bahwa para ulama menegaskan tidak boleh memberikan upah dengan mengambil dari daging qurban, atau kepalanya, atau bagian tubuh manapun.
Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang hal itu dan di sisi lain, daging kurban adalah harta yang dipersembahkan dari dan untuk kaum muslimin.
Oleh karena itu, dia tidak boleh dijadikan sebagai alat pembayaran atau upah atau dijualbelikan, termasuk kulitnya, demikian ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Namun, “penyembelih dibolehkan diberikan sedekah darinya”, dan tidak dinamakan upah. Sedangkan upahnya diambil dari sumber dana yang lain.
Baca Juga: Hukum Qurban atas Lembaga atau Komunitas
Larangan Memberi Upah Penjagal dari Daging Qurban
Dalilnya adalah, dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian punuknya,
dan saya diamanahkan agar tidak memberikan si tukang potong dari hasil potongan itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami memberikannya (upah) dari kantong kami sendiri.”
(H.R. Muslim no. 1317)
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah tentang hadis tersebut:
وأنه لا يجوز أن يعطى الجزار منه شيئا، على معنى الاجرة، ولكن يعطى أجرة عمله، بدليل قوله: ” نعطيه من عندنا “. وروي عن الحسن أنه قال لا بأس أن يعطى الجازر الجلد.
“Bahwa tidak diperbolehkan memberikan tukang potong dari hasil potongannya sedikit pun, maksudnya adalah tidak boleh memberikan upah (berupa dari daging potongan),
tetapi dia boleh diberikan upah atas kerjanya itu, dalilnya adalah: “Kami memberikannya dari kantong kami sendiri.” Diriwayatkan oleh Al Hasan bahwa dia berkata:
“Tidak mengapa memberikan kulit untuk tukang potongnya.” (Fiqhus Sunnah, 1/742)
Akan tetapi, penjagal boleh disedekahi dengan daging tersebut, bukan atas nama upah. Sebab hewan qurban adalah hak seluruhnya umat Islam.
Kemudian, dari manakah upah tersebut? Sebaiknya tidak mengambil dari uang kas DKM masjid, sebab itu mesti dikembalikan kepada hak masjid sesuai peruntukan awalnya.
Syaikh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawiy Rahimullah mengatakan:
فما يجمعه الناس و يبذلونه لعمراتها بنحو نذر أو هبة و صدقة مقبوضين بيد الناظر أو وكيله كالساعى فى العمارة بإذن الناظر يملكه المسجد و يتولى الناظر العمارة بالهدم و البناء و شراء الآلة والاستئجار
Apa yang dikumpulkan oleh manusia dan mereka persembahkan untuk kemakmuran masjid baik dengan jalan nazar, hibah, sedekah, yang dikumpulkan di tangan DKM atau wakilnya,
seperti usaha untuk kemakmuran masjid, maka itu milik masjid.
DKM diberikan mandat untuk memanfaatkannya untuk kemakmuran masjid baik berupa renovasi, membangun, membeli alat atau menyewa. (Bughyah Al Mustarsyidin, Hlm. 65)
Jadi, bisa diambil dari biaya operasional yang bisa dipungut ke shahibul qurban sepantasnya, sebagai akad ijarah (sewa) atas jasa atau kerja.
Baik biaya upah untuk penjagal, sewa tenda, kantong plastik, dan biaya lain-lain yang terkait kelancaran pemotongan.
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]