PESAN cinta dari Mekkah kisah perjuangan terbaik dan perjalanan hidup yang paling fenomenal dari lembaran-lembaran sejarah Islam adalah perjalanan hidup Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Insan yang dilahirkan di tanah suci Mekkah, insan yang memiliki keturunan mulia dari bangsa Arab saat itu.
Namun di sisi lain beliau juga menjadi sosok yang dimusuhi oleh keluarga besarnya sendiri setelah mengemban amanah menjadi seorang Nabi dan Rasul Allah.
Baca juga: Makam Baqi untuk Penduduk Sejak Zaman Jahiliyah Sampai Sekarang
Pesan Cinta Dari Mekkah
Beliau juga orang yang terusir dari tanah kelahirannya, tetapi pada akhirnya setelah lebih dari 20 tahun beliau kembali lagi ke tanah suci yang telah dijanjikan Allah Ta`ala dengan penuh kerendahan hati, cinta, dan kasih sayang.
Tanpa terasa masyarakat Islam menguat dengan sangat cepat setelah perjanjian Hudaibiyah antara kaum muslimin dan orang-orang Quraisy pada tahun 6 hijriyah.
Dari utara Jazirah Arab, yang sekarang berada di antara Syria dan Irak, masyarakat berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Kebangkitan ini, semakin menciutkan nyali dan wibawa pemerintahan Romawi yang berkuasa di wilayah itu.
Adapun di Jazirah Arab sendiri tinggal masyarakat Mekkah dan sekitarnya yang masih memusuhi Islam. Tanpa diduga, pihak Quraisy melanggar perjanjian damai mereka dengan kaum muslimin.
Bani Bakar yang berada di pihak Quraisy, tiba-tiba menyerang Bani Khuza’ah yang menurut perjanjian Hudaibiyah berada di pihak muslim.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Beberapa orang Khuza’ah tewas. Hal itu dilaporkan oleh pemuka masyarakat setempat, Budail bin Waraqah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah.
Abu Sufyan berupaya mencegah keberangkatan Budail, namun terlambat. Ia juga berusaha menemui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihI wasallam di Madinah. Tetapi, tidak satupun kaum muslimin di Madinah yang bersedia membantunya.
Ummu Habibah, putri Abu Sufyan yang telah memeluk Islam pun menolak mempertemukan ayahnya itu dengan Sang Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Akhirnya Abu Sufyan pun pulang kembali ke Mekkah dengan tangan kosong tanpa hasil apapun. [Din]