RUKHSAH dalam haji adalah keringanan hukum syariat yang diberikan oleh Allah kepada jemaah haji dalam kondisi atau keadaan tertentu, agar tetap bisa melaksanakan haji dengan baik tanpa memberatkan atau membahayakan diri sendiri.
Syariat Islam memudahkan umatnya dalam ibadah, termasuk dalam ibadah haji yang penuh rintangan fisik, finansial, dan kondisi lingkungan.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 185 yang artinya, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Baca juga: Pengecekan Asrama Haji 2025 Dilakukan oleh Irjen Kemenag
Kenali Rukhsah dalam Haji yang Berikan Kemudahan Bagi Jemaah
Dalam ibadah haji terdapat rukhsah bagi jemaah. Berikut di antaranya:
Ketika jemaah haji sakit dan tak mampu mengerjakan thawaf dengan berjalan sendiri, maka mengerjakannya bisa dibantu dengan ditandu atau digendong (digotong).
Jika dalam mengerjakan sa’i tidak dapat berjalan atau ada masalah lainnya, jemaah diperbolehkan menggunakan kursi roda atau alat bantu lainnya.
Jika ada jemaah yang tidak dapat melontar jumrah, ia boleh diwakilkan oleh orang lain yang sudah melaksanakannya.
Jika ada jemaah yang cepat-cepat kembali ke Makkah saat di Mina (sebelum 13 Zulhijah), ia bisa pergi lebih awal, yaitu pada 12 Zulhijah (nafar awwal).
Jemaah yang sedang berhalangan untuk wukuf karena sakit atau melahirkan tetap wajib melaksanakan wukuf meskipun di dalam mobil atau ambulans.
Jemaah yang melaksanakan haji tamattu atau haji qiran, kemudian tidak sanggup untuk membayar dam.
Secara lebih detail, berikut rukhsah haji yang dapat menjadi kemudahan bagi jemaah:
Rukhsah karena Sakit atau Lemah Fisik
Diwakilkan (Badal Haji)
Jika seseorang sudah tua renta atau sakit permanen dan tidak mampu menunaikan haji, ia boleh diwakilkan orang lain.
Dalam hadits, seorang wanita bertanya kepada Rasulullah,
“Wahai Rasulullah, ayahku telah lanjut usia dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku menghajikannya?” Rasulullah menjawab: “Ya, hajikanlah dia.” (HR Bukhari dan Muslim)
Menggunakan Kursi Roda atau Kendaraan
Boleh melakukan thawaf dan sa’i dengan menggunakan kursi roda jika fisik jemaah tidak memungkinkan untuk mengerjakannya dengan jalan kaki.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Rukhsah bagi Musafir dan Jemaah yang Terlambat
Menjamak Salat
Jamaah haji boleh menggabungkan dua salat di waktu yang sama (jamak taqdim atau takhir) selama safar di Tanah Suci. Hal ini berdasar pada sunnah Rasulullah yang menjamak salat saat haji wada, yaitu antara Zuhur dengan Ashar di Arafah, Maghrib dengan Isya di Muzdalifah. (HR Muslim)
Tidak Bisa Melontar Jumrah
Jika jemaah tidak mampu melontar jumrah karena fisik lemah, macet, atau kondisi yang bahaya, boleh diwakilkan orang lain untuk melontarkannya.
Dalam riwayat, Ibnu Umar pernah melontarkan jumrah untuk keluarganya, dan tidak ada yang mengingkarinya.
Rukhsah karena Darurat atau Halangan Teknis
Tidak Diwajibkan Mabit di Muzdalifah dan Mina
Bagi lansia, kewajiban mabit di Muzdalifah bisa gugur. Meski termasuk ke dalam wajib haji, dalam pengerjaannya, sering kali ada berbagai halangan yang tidak dapat dihindari, seperti seluruh jalan menuju Muzdalifah dalam keadaan macet total, dampaknya menyebabkan jemaah tersesat atau terpisah rombongan, hingga sakit.
Gugurnya kewajiban ini juga berlaku bagi lansia yang ingin mabit di Mina. Terkait hal ini diterangkan oleh Imam Nawawi dalam Kitab Al Kafi Jilid 1.
Tidak Perlu Salat Setiap Waktu di Masjidil Haram
Jemaah yang mengalami uzur tidak perlu memaksakan diri salat setiap waktu di Masjidil Haram. Ini dimaksudkan agar mereka bisa tetap menjaga kesehatan untuk menghadapi puncak ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, dan melontar jumrah. Jemaah lansia boleh mengerjakan salat di hotel atau masjid terdekat dengan hotel.
Rukhsah dalam Ibadah Haji untuk Wanita
Tidak Thawaf Wada
Kewajiban thawaf wada atau thawaf perpisahan bagi jemaah haji lansia atau wanita dapat gugur. Dari Ibnu Abbas RA, Nabi SAW bersabda,
“Mereka yang termasuk mendapat keringanan seperti orang yang sedang dalam keadaan haid yaitu: wanita yang nifas, wanita yang istihadhah (keluar darah penyakit), orang yang kencing terus-menerus (beser), anak kecil, orang yang dalam keadaan lemah, orang yang kena luka darahnya keluar terus menerus yang tidak mungkin dia masuk ke dalam masjid, orang yang dalam tekanan/paksaan, orang yang takut dari perbuatan orang zalim, dan orang yang tertinggal dari rombongannya. Mereka itulah orang-orang yang tergolong berhalangan (udzur syar’i) sehingga tidak wajib melaksanakan thawaf wada dan gugur dari kewajiban membayar dam dan mereka tidak berdosa.” (HR Bukhari dan Muslim) [Din]