ChanelMuslim.com – Kultur bahagia atau happy culture dalam bekerja ternyata mampu membangkitkan semangat para pegawai sekaligus memberdayakan mereka sehingga dapat bekerja secara optimal.
EVP dan CAO PT Paragon Technology and Innovation Miftahuddin Amin mengemukakan bagaimana culture happy yang diterapkan dalam sistem di perusahaan mampu mendorong kerja pegawai secara maksimal.
Pasalnya, dengan kultur bahagia dalam bekerja, muncul 4 hormon kebahagiaan dalam diri pegawai, yaitu dopamin, serotonin, oksitosin, dan endorfin.
“Kerja tetap harus kencang tapi happy. Kalau kita kerja ya kita harus enjoy, bukan menjadi beban. Bagaimana kultur, budaya kerja ini harus dibangun dikaitkan dengan sistem manajemen yang ada di perusahaan,” ungkap Miftah dalam talkshow yang berjudul “Memetik Inspirasi Coaching di Lingkungan Kampus”, Ahad (12/9).
Dengan coaching, kultur bahagia dalam bekerja dapat tercapai.
“Paragon melihat coaching begitu penting. Kita meyakini bahwa semua orang punya potensi masing-masing. Harus dimaksimalkan dalam mengaktualisasi diri supaya keluar potensi terbaik mereka,” jelas Miftah.
Coaching yang dilakukan Paragon dalam hal ini bukan berarti one-on-one, tapi gaya komunikasi yang menyenangkan antara atasan dan bawahan.
“Kita memanajemen ego dan di sisi lain, kita juga harus bisa memberdayakan orang lain seperti kita memberdayakan diri sendiri untuk jadi lebih baik,” kata Miftah.
Paragon mengadakan pelatihan coaching dan neuro-linguistic programming kepada 636 dosen yang hadir dalam acara tersebut untuk meningkatkan kapasitas pendidik melalui edukasi coaching.
Acara ini merupakan rangkaian dari Lecturer Coaching Movement (LCM) Nasional Series Paragon.
Adapun LCM secara keseluruhan, baik national series ataupun per regional Indonesia, telah dilaksanakan selama 10 kali dengan total dosen yang turut hadir sebanyak 2877 orang dari ratusan perguruan tinggi se-Indonesia.
LCM merupakan bagian dari program Inspiring Lecturer by Paragon (ILP) yang merespon program pemerintah yakni Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.
Pada LCM Nasional Series #3 ini, Paragon mengangkat topik “NLP Sebagai Penguat Coaching Dosen di Kampus Merdeka”.
Neuro-linguistic programming (NLP) merupakan sebuah pendekatan komunikasi, pengembangan pribadi, dan psikoterapi yang diciptakan oleh Richard Bandler dan John Grinder.
NLP mempelajari struktur internal seseorang dan bagaimana struktur tersebut bisa didesain untuk tujuan yang bermanfaat bagi orang tersebut. LCM Series #3 menguatkan dosen melalui NLP.
Baca Juga: Mencari Kebahagiaan dari Hal Kecil
Tips Membangun Kultur Bahagia dalam Bekerja dan Belajar
Licensed Master Trainer of NLP Pertama di Asia Tenggara dan CEO Inspirasi Indonesia Hingdranata Nikolay menyampaikan pentingnya coaching kepada para dosen.
Ia menambahkan bahwa coaching yang diterapkan di lingkungan kampus mengajak mahasiswa untuk learning, bukan dosen yang melakukan teaching.
“Coaching sangat berbeda dengan mentoring dan teaching. Coaching akan membantu mahasiswa untuk berpikir dan menemukan potensi diri terbaiknya lewat pertanyaan-pertanyaan provokatif yang memberdayakan,” papar Hingdranata Nikolay.
Hing, sapaan akrab Hingdranata, menjelaskan bahwa pada dasarnya, dorongan natural manusia itu merasa superior dan ingin mengajarkan orang lain.
Akibatnya, trance atau fokus pada suatu objek secara berlebihan sehingga tidak memperhatikan orang lain.
“Penjual terlalu fokus dalam trance menjual, harusnya menempatkan pembeli dalam trance membeli. Begitu juga dosen terlalu fokus mengajar sehingga tidak memperhatikan apakah mahasiswa memahami atau bosan?” jelas Hing.
Dengan belajar NLP, para dosen dapat membangun trust dan memposisikan diri sebagai mahasiswa agar pembelajaran lebih maksimal.
“Sebagai dosen, pola pikir kita itu yang paling penting mahasiswa, bagaimana mereka enjoy belajar,” kata Hing.
Hing memberikan tips membangun trust kepada orang lain. Dalam NLP, membangun trust dikenal dengan istilah rapport.
“Ada tiga model yang dapat diterapkan dalam membangun trust, yaitu meta model atau skill klarifikasi, reframing atau mengarahkan pemikiran, dan milton model atau teknik persuasi,” tambah Hing.
Hing menilai, coaching dapat berhasil apabila dosen telah membangun kepercayaan mahasiswa, memiliki keterampilan klarifikasi dan reframing arah pemikiran serta mampu melakukan persuasi.
Dengan menerapkan coaching dan NLP, para dosen dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif memberdayakan mahasiswa tanpa terlihat menggurui.[ind]