Rubrik ‘Teras’ merupakan cuplikan dari cerita sebuah keluarga. Ada duka, suka, dan lainnya. Ini hanya fiksi biasa. Kalau ada kemiripan cerita atau nama tokoh dalam dunia nyata, itu hanya kebetulan saja. Semoga bermanfaat.
ChanelMuslim.com- Bu Meutia begitu bangga dengan pekerjaannya. Meski baru satu tahun, pekerjaan sebagai guru sangat ia syukuri. Itulah cita-citanya sejak masih sekolah dasar.
Walau belum menikah, Bu Meutia tak melupakan kewajibannya dalam keluarga. Kalau di sekolah ia menjadi guru untuk murid-muridnya, di rumah, wanita keturunan Aceh ini juga menjadi guru untuk ibunya.
Di sekolah, Bu Meutia mengajar sejarah untuk tingkat SMP. Sementara di rumah, Bu Meutia mengajarkan ibunya bagaimana membaca Alquran yang baik dan benar. Kadang, ibunya pun minta diajarkan hadis nabi.
Satu hal yang membanggakan Bu Meutia dari ibunya, ia selalu berjilbab kemana pun jika keluar rumah. Wajah tuanya kadang tersamarkan oleh penataan jilbabnya yang serasi.
Bagi Bu Meutia, mungkin fenomena itu sudah menjadi kewajaran. Bagi orang Aceh, menunaikan syariat Islam bukan lagi sebagai kewajiban. Melainkan sudah menjadi kebanggaan dan identitas.
Kalau di daerah lain, para wanita bisa bebas berkeliaran di luar rumah tanpa busana muslimah. Di Aceh, semua diatur agar wanita bisa terlindungi melalui busana muslimahnya.
“Bu, kenapa sih wanita di Aceh selalu berkerudung?” tanya Bu Meutia suatu kali ke ibunya. Pertanyaan itu dilontarkan Bu Meutia hanya sekadar menguji daya argumentasi sang ibu.
“Anakku yang shalehah, mana ada di daerah kita yang wanitanya bertelanjang rambut. Itu sudah jadi ciri khas di sini. Muslimah, ya mesti Islami,” ucap sang ibu sambil menampakkan senyum wibawanya.
Di hampir semua tempat pun, termasuk di tempat kerja Bu Meutia, orang-orang tidak lagi mempermasalahkan busana jilbab Bu Meutia ketika tahu ia orang asli Aceh.
“Oh, orang Aceh ya. Pantas saja pake jilbab,” ucap kepala sekolah suatu kali.
Suatu hari, salah seorang murid Bu Meutia mengangkat tangan saat pelajaran sejarah di kelas. “Silakan, Nak,” jawab Bu Meutia mempersilakan muridnya untuk berbicara.
“Bu, apa semua tokoh wanita Aceh selalu berjilbab?” tanyanya begitu singkat.
“Tentu, murid-murid. Umumnya masyarakat Aceh, dan daerah-daerah lain di Indonesia yang begitu lekat dengan budaya Islam, jilbab atau kerudung sudah menjadi ciri,” jawab Bu Meutia.
Sang murid yang bertanya pun tiba-tiba ke depan kelas dengan membawa sesuatu. Ia langsung menuju meja di mana Bu Meutia berada.
“Ini Bu. Saya punya duit baru, kok gambar pahlawan wanita dari Acehnya seperti ini, ya?” bisik sang murid kepada Bu Meutia.
Bu Meutia pun menerawang lembaran kertas duit baru itu. Dahinya berkernyit. Ia tampak agak bingung: gambarnya yang salah, atau ia yang harus belajar sejarah lebih dalam.
“Hmmm, makasih ya, Nak sudah menunjukkan sesuatu yang penting kepada Ibu,” ucap Bu Meutia sambil mempersilakan muridnya duduk kembali.
Bu Meutia pun bercerita panjang lebar tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia, dan para pahlawannya yang gagah berani. Semua ia jelaskan, kecuali tentang gambar di duit baru itu. (muhammad nuh)