USTAZ, saya mau bertanya, saya sudah berkeluarga 15 tahun lebih tapi suami sibuk dengan handphone dan pekerjaannya.
Keadaan keluarga menurut saya kurang kondusif. Suami asyik dengan pekerjaan. Pulang kerja, yang dipegang HP komunikasi urusan kantor, padahal pulangnya pun sudah telat.
harusnya setengah 5 sampai rumah, suami pulang Maghrib bahkan habis Maghrib.
Saat kami tilawah bareng-bareng sama anak-anak, suami asyik dengan HP-nya di ruang yang sama, bahkan saat azan tetap asyik dengan HP/laptop, sholat berjamaah pun jarang.
Kalau istrinya nyindir dengan cerita ke anak-anak peran laki-laki harus jadi contoh, baru jamaah ke masjid dan urusan anak pun semua istri, kecuali nafkah, tidur pun di ruang kerja di rumah.
Alhamdulillah tidak selingkuh, Ustaz, cuma hidupnya itu kok asyik dengan kerja dan kerja. Kalau lagi ingin pergi sama istri, baru ngajak.
Saat istri pengin pergi berdua biar enggak jenuh, suami ogah dengan alasan kerjaan numpuk.
Jika ingin berhubungan suami istri, baru nyusul ke kamar dan nyusulnya pun saat jam qiyamullail, istri akhirnya tidak qiyamullail.
Bagaimana sebaiknya istri bersikap? Komunikasi sudah sering dilakukan, bahkan pernah janji di atas kertas, akan rajin berjamaah, tilawah, Dhuha dan perhatian pada anak dan istri.
Tapi ya begitu, seminggu kemudian kambuh lagi, diingatkan lagi kambuh lagi, istri kadang jenuh karena anak pun sulit dikendalikan.
Baca Juga: Suami Sibuk Bekerja, Istri Gelisah di Rumah
Suami Sibuk dengan Handphone dan Pekerjaannya
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan, secara fungsional dan status, suami memang pemimpin. Tapi, dalam kehidupan nyata, tidak sedikit suami yang tidak menyadari posisinya ini.
Jiwa kepemimpinannya tidak muncul. Dalam pikirannya, suami hanya memberi nafkah, selesai.
Padahal ada keteladanan, perlindungan, pendidikan, kewibawaan, yang harus ditunjukkan suami, baik dia usahakan, paksakan, atau secara alami.
Ada pun istri, bukanlah aib jika fungsi-fungsi suami yang tidak berjalan itu di-handle olehnya sementara waktu.
Bisa jadi, istri yang justru menjadi guru bagi suami, mengajarkannya, mengingatkannya, membinanya, jika memang itu cara untuk memancing munculnya ke-qawwam-an suaminya.
Itulah kenyataan. Suami memang belum ideal sebagaimana kisah-kisah yang ada di majalah Islam atau buku-buku tentang suami shalih.
Tapi, dia masih mau shalat, tidak KDRT, masih ingat kepada keluarga, adalah poin dan modal besar untuk lebih baik lagi.
Lihatlah, masih banyak suami yang tidak bertanggung jawab. KDRT, tidak nafkahi, makan tidur kerjaannya, shalat pun tidak.
Jika ada bagian dari suami yang masih bisa disyukuri maka syukurilah.
Jika ada bagian yang perlu dibenahi maka benahilah baik-baik, sambil tetap memposisikan dia sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga. Wallahu a’lam.[ind]