SAHKAH satu ekor kambing dengan dua niat, yaitu untuk berkurban dan aqiqah? Hal tersebut akan dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Baca Juga: Hukum Qurban atas Lembaga atau Komunitas
Sahkah Satu Ekor Kambing dengan Dua Niat, Aqiqah dan Qurban?
Ini salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan menjelang hari raya qurban.
Ustaz Farid menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
1. Tidak boleh, tidak sah
Ini pendapat Malikiyah, Syafi’iyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Alasannya, karena keduanya sama-sama Sunnah yang berdiri sendiri, ada ketentuan masing-masing. Sebagaimana bayar dam pada haji tamattu’ dan bayar dam fidyah yang tidak bisa disatukan.
Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah berkata:
وَظَاهِرُ كَلَامِ َالْأَصْحَابِ أَنَّهُ لَوْ نَوَى بِشَاةٍ الْأُضْحِيَّةَ وَالْعَقِيقَةَ لَمْ تَحْصُلْ وَاحِدَةٌ مِنْهُمَا ، وَهُوَ ظَاهِرٌ ; لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ
Jika seseorang berniat dalam satu kambing untuk qurban dan aqiqah, maka ia tidak mendapatkan dua-duanya, pendapat inilah yang kuat, karena masing-masing dari qurban dan aqiqah memiliki tujuan tersendiri.
(Tuhfatul Muhtaj, 9/371)
Imam Al Hathab Rahimahullah berkata:
إِنْ ذَبَحَ أُضْحِيَّتَهُ لِلْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ أَوْ أَطْعَمَهَا وَلِيمَةً ، فَقَالَ فِي الذَّخِيرَةِ : قَالَ صَاحِبُ الْقَبَسِ : قَالَ شَيْخُنَا أَبُو بَكْرٍ الْفِهْرِيُّ إذَا ذَبَحَ أُضْحِيَّتَهُ لِلْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ لَا يُجْزِيهِ ، وَإِنْ أَطْعَمَهَا وَلِيمَةً أَجْزَأَهُ ، وَالْفَرْقُ أَنَّ الْمَقْصُودَ فِي الْأَوَّلَيْنِ إرَاقَةُ الدَّمِ ، وَإِرَاقَتُهُ لَا تُجْزِئُ عَنْ إرَاقَتَيْنِ ، وَالْمَقْصُودُ مِنْ الْوَلِيمَةِ الْإِطْعَامُ ، وَهُوَ غَيْرُ مُنَافٍ لِلْإِرَاقَةِ ، فَأَمْكَنَ الْجَمْعُ . انْتَهَى
Jika seseorang menyembelih sembelihannya untuk Qurban dan aqiqah, atau untuk walimahan, maka ia berkata dalam “Adz Dzakhirah”: Pengarang “al Qabas” berkata: “Syaikh kami Abu Bakr Al Fihri berkata: “Jika seseorang menyembelih sembelihannya untuk niat kurban digabung aqiqah, maka itu tidak dibolehkan.
Namun, jika ia berniat untuk qurban digabung dgn walimahan, atau aqiqah dengan walimahan, maka dibolehkan.
Bedanya adalah karena tujuan qurban dan aqiqah adalah sama-sama pengucuran darah, sedang sembelihan buat walimahan adalah untuk hidangan makan semata, dan ini tidak menafikan adanya pengucuran darah, maka memungkinkan untuk digabungkan (antara aqiqah dan walimahan, atau qurban dan walimahan).
(Mawahib Al Jalil, 3/259)
2. Boleh dan Sah
Inilah salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan juga pendapat Hanafiyah, dan sebagian tabi’in.
Alasannya, aqiqah dan qurban adalah sama-sama ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Maka, cara yang satu sudah mewakili yang lain. Sebagaimana shalat tahiyatul masjid sudah terwakili oleh Sunnah Qabliyah.
Imam Al Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata:
إذَا ضَحُّوا عَنْ الْغُلَامِ فَقَدْ أَجْزَأَتْ عَنْهُ مِنْ الْعَقِيقَةِ .
Jika mereka menyembelih kurban untuk seorang anak, maka juga boleh untuk aqiqah. (Al Mushannaf Ibni Abi Syaibah, no. 24750)
Imam Ibnu Sirin Rahimahullah berkata:
يُجْزِئُ عَنْهُ الْأُضْحِيَّةُ مِنْ الْعَقِيقَةِ .
Dibolehkan sembelihan untuk aqiqah diniatkan juga untuk qurban. (Ibid, no. 24751)
Imam Al Bahuti Rahimahullah berkata:
وَإِنْ اتَّفَقَ وَقْتُ عَقِيقَةٍ وَأُضْحِيَّةٍ ، بِأَنْ يَكُونَ السَّابِعُ أَوْ نَحْوُهُ مِنْ أَيَّامِ النَّحْرِ ، فَعَقَّ أَجْزَأَ عَنْ أُضْحِيَّةٍ ، أَوْ ضَحَّى أَجْزَأَ عَنْ الْأُخْرَى ، كَمَا لَوْ اتَّفَقَ يَوْمُ عِيدٍ وَجُمُعَةٍ فَاغْتَسَلَ لِأَحَدِهِمَا ، وَكَذَا ذَبْحُ مُتَمَتِّعٍ أَوْ قَارِنٍ شَاةً يَوْمَ النَّحْرِ ، فَتُجْزِئُ عَنْ الْهَدْيِ الْوَاجِبِ وَعَنْ الْأُضْحِيَّةَ ” انتهى .
Jika waktu aqiqah bersamaan dengan waktu berkurban, seperti pada hari ke tujuh atau yang lainnya bertepatan dengan hari raya idul adha atau hari tasyriq, maka salah satu dari aqiqah atau kurban bisa mewakili yang lainnya.
Sebagaimana jika hari raya bersamaan dengan hari Jumat, maka niat mandinya untuk salah satunya saja, sebagaimana juga sembelihan haji tamattu’ atau haji qiran pada hari raya Idul adha, maka sembelihan dam (yang wajib) juga untuk qurban Idul adha”.
(Syarh Muntahal Iradaat, 1/616)
Beliau Rahimahullah juga berkata dalam “Kasysyaful Qina’” 3/30 :
وَلَوْ اجْتَمَعَ عَقِيقَةٌ وَأُضْحِيَّةٌ ، وَنَوَى الذَّبِيحَةَ عَنْهُمَا ، أَيْ : عَنْ الْعَقِيقَةِ وَالْأُضْحِيَّةِ أَجْزَأَتْ عَنْهُمَا نَصًّا
Jika aqiqah dan kurban berkumpul, dan berniat dalam satu sembelihan untuk keduanya (aqiqah dan kurban), maka hal itu dibolehkan secara tekstual oleh nash (perkataan Imam Ahmad).
(Kasysyaf Al Qinaa’, 3/29)
Ulama Hambaliy kontemporer, seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah telah memilih pendapat ini dengan mengatakan:
لو اجتمع أضحية وعقيقة كفى واحدة صاحب البيت ، عازم على التضحية عن نفسه فيذبح هذه أضحية وتدخل فيها العقيقة .
وفي كلامٍ لبعضهم ما يؤخذ منه أنه لابد من الاتحاد : أن تكون الأضحية والعقيقة عن الصغير. وفي كلام آخرين أنه لا يشترط ، إذا كان الأب سيضحي فالأضحية عن الأب والعقيقة عن الولد .
الحاصل : أنه إذا ذبح الأضحية عن أُضحية نواها وعن العقيقة كفى” انتهى .
Jika bertemu antara waktu aqiqah dengan waktu kurban, maka cukup dengan satu hewan sembelihan, dengan berniat untuk berkurban untuk dirinya dan berniat untuk aqiqah anaknya.
Sebagian dari mereka justru berpendapat harus dijadikan satu, yaitu; kurban dan aqiqah untuk bayi.
Namun pendapat yang lain tidak mensyaratkan hal itu, jika seorang ayah mau berkurban, maka kurban itu untuk sang ayah dan aqiqah untuk si anak.
Kesimpulannya adalah: Jika seseorang berniat untuk berkurban, pada waktu bersamaan ia berniat untuk aqiqah maka hal itu sudah cukup.
(Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6/159)
Pendapat pertama, nampaknya pendapat yang lebih hati-hati, bahwasanya sebaiknya keduanya dipisahkan.
Memisahkan keduanya juga disepakati semua ulama atas kebolehannya, sebab didebatkan para ulama adalah tentang hukum menyatukannya.
Demikian. Itulah penjelasan tentang satu ekor kambing untuk dua niat. Wallahu a’lam.
[ind/Cms]