MENUNDA qadha puasa bertahun-tahun, apakah jumlah qadha-nya bertambah? Dalam masalah qadha puasa, memang ada beberapa perincian.
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan, S.S.
Dalam Al Fiqh Al Muyassar, disebutkan jika meninggalkan puasa Ramadan tanpa alasan, dia wajib bertobat dan memohon ampun, sebab itu dosa dan kemungkaran besar.
Serta wajib baginya qadha secara faur (segera), menurut pendapat yang sahih dari berbagai pendapat ulama.
Jika tidak puasa Ramadan, ada alasan syar’i seperti haid, nifas, sakit, safar, dan lainnya, wajib baginya qadha tapi tidak wajib segera.
Dia punya waktu lapang sampai Ramadan selanjutnya, namun hal yang disunnahkan baginya untuk segera meng-qadha, sebagai tindakan yang lebih hati-hati. (Lihat Al Fiqh Al Muyassar fi Dhau’il Quran was Sunnah, hlm. 162)
Lalu, apakah jika menunda qadha mesti ditambah dengan fidyah? Ini pun juga dirinci, sebagai berikut.
Jika menunda-nundanya TANPA alasan, misal hanya karena kesibukan dan malas, wajib baginya juga fidyah, yaitu satu harinya sebesar satu mud.
Inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Mujahid, Sa’id bin Jubeir, Malik, Al Awza’i, Ats Tsauri, Asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Atha’ bin Abi Rabah, Al Qasim bin Muhammad, Az Zuhri.
Hanya saja Ats Tsauri mengatakan 2 mud untuk masing-masing hari yang ditinggalkan.
Baca Juga: Hukum Menggabungkan Niat Puasa Qadha’ Ramadan dan Puasa Syawal
Menunda Qadha Puasa Bertahun-tahun
Adapun Al Hasan Al Bashri, Ibrahim an Nakha’i, Abu Hanifah, Al Muzani, Daud Azh Zhahiri, mengatakan qadha saja, tanpa fidyah.
Jika menunda qadha-nya ada uzur syar’i, misalnya sakit yang menahun, atau hamil, dan lainnya, maka qadha saja tanpa fidyah.
(Lihat Al Mausu’ah Masaail Al Jumhur, jilid. 1, hlm. 321. Lihat juga Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid. 3, hlm. 108)
Jika tertundanya sampai melewati Ramadan selanjutnya apalagi beberapa tahun dan itu tanpa alasan, maka itu penundaan yang terlarang.
Aisyah Radhiallahu ‘Anha juga menunda tapi tidak sampai melewati Ramadan selanjutnya. Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
ما كنت أقضي ما يكون علي من رمضان إلا في شعبان حتى توفي رسول الله صلى الله عليه و سلم
Aku tidak pernah mengqadha apa-apa yang menjadi kewajiban atasku dari Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban, sampai wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. (HR. At Tirmidzi No. 783, katanya: hasan shahih)
Namun demikian, hal tersebut tidak lantas pelakunya kena denda dengan jumlah qadha puasa yang “berbunga”. Seperti yang dijelaskan Imam Ibnu Qudamah. (Al Mughni, jilid. 3, hlm. 154)
Misal, tahun 2018 tidak puasa 10 hari, baru sempat qadha tahun 2020, maka tetap dia qadha 10 hari saja untuk puasa yang tahun 2018 itu.
Jika menunda qadha-nya tanpa alasan, tambah dengan fidyah menurut mayoritas ulama, sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Kalau tahun 2019 dia juga ada puasa yang ditinggal, itu juga wajib qadha, dan disikapi sama sebagaimana yang tahun 2018. Terus seperti itu. Demikian. Wallahu a’lam.[ind]