ChanelMuslim.com – Mentalak istri karena tidak taat pada suami. Saya adalah seorang laki-laki/suami berusia 43 tahun. Begini Bu, saya sudah berumah tangga dengan mempunyai tiga orang anak yang manis-manis. Yang ingin saya tanyakan adalah:
Bolehkah saya menjatuhkan talak kepada istri saya disebabkan karena dia kurang taat kepada saya. Misalnya saya telah melarangnya dalam suatu hal, tapi dia tetap melakukannya juga, saya beranggapan dia tidak lagi menghargai saya sebagai suaminya, padahal dia tahu bahwa suami itu harus ditaati. Perilaku istri saya sekarang agak keras Bu, mudah tersinggung dan berani melawan suami. Padahal dulu awal menikah, dia adalah seorang istri yang penurut dan patuh kepada saya.
Setelah saya berpikir tentang perubahan istri saya tersebut, ternyata itu terjadi setelah dia bekerja. Memang saya mengizinkannya bekerja supaya bisa membantu keuangan keluarga. Apalagi untuk biaya pendidikan anak-anak, saya juga tidak sanggup menanggulanginya sendiri. Bagaimana saran Ibu dalam hal ini?
Terima kasih atas perhatian Ibu, saya siap untuk berubah kalau memang membawa kebaikan bagi rumah tangga saya. Terima kasih Bu.
oleh: Ustazah Herlini Amran, M.A.
Baca Juga: Kapan Waktu Seorang Istri Boleh Mengajukan Khulu
Mentalak Istri karena Tidak Taat pada Suami
Jawaban:
Kami sangat menghargai Anda dan pertanyaan yang Anda ajukan serta kesiapan Anda untuk mengubah diri untuk kemaslahatan bersama. Kesiapan kita untuk menerima nasihat dan mengubah diri merupakan salah satu pintu gerbang menuju kebaikan dan kebahagiaan. Salut untuk Anda.
Janganlah terburu-buru untuk menjatuhkan talak (cerai) kepada istri sebelum dipikirkan matang-matang. Perbuatan yang halal dan paling dibenci Allah adalah talak, oleh karena itu, Anda sebagai seorang suami yang merupakan pemimpin keluarga, sekali lagi, janganlah terlalu cepat untuk memutuskan talak hanya karena melihat sisi kekurangan istri tanpa mencoba memperbaikinya dan melihat secara jernih pokok permasalahannya terlebih dahulu. Bisa jadi, sesuatu yang kita anggap buruk sesungguhnya di sisi Allah ada kebaikannya, atau sebaliknya, sesuatu yang kita senangi bisa jadi ada keburukan di dalamnya.
Firman Allah:
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak. (an-Nisa’: 4).
Untuk istri yang kurang taat pada suami, tidak selekas itu menceraikannya, ada panduannya seperti yang terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 34-35: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Oleh karena itu, Allah telah melebihkan sebagian mereka atas yang lain, karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka perempuan yang sholeh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Allah telah memelihara mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya (durhaka) maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (pihak ketiga yang mendamaikan) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam darikeluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi Taufik kepada suami istri itu.)
Mengacu pada ayat tersebut, Anda harus memenuhi kewajiban Anda terlebih dahulu yaitu memimpin dan mengarahkan istri serta memberinya nafkah. Apabila ia durhaka atau bermaksiat juga setelah Anda memenuhi semua kewajiban Anda tersebut, maka yang pertama kali harus Anda lakukan adalah menegur dan menasihatinya dengan bijak. Apabila upaya ini belum menunjukkan hasil setelah Anda melakukannya berulang-ulang, maka Anda berpisah tempat tidur dengannya. Apabila ia masih sulit juga untuk ditegur dengan cara seperti ini, Anda dapat memukulnya dengan tidak menyakitkan, sebagai ekspresi ketidaksukaan Anda kepadanya.
Apabila masih belum bisa diatasi, maka Anda bisa meminta pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah ini (seorang penengah dari pihak keluarga Anda dan seorang penengah dari pihak istri yang objektif).
Begitulah kira-kira prosesnya apabila berpatokan pada ayat di atas. Namun ada hal yang perlu kita perhatikan, bahwa kepemimpinan dalam sebuah keluarga muslim bukanlah sistem otokrasi, tetapi sistem musyawarah yang telah diajarkan Islam.
“Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawaroh antara mereka.” (Asy-Syuura: 38)
Musyawarah itu merupakan akhlak seorang muslim dalam segala urusannya. Di sisi lain, kepemimpinan itu juga diatur dengan kaidah syar’iyah, yakni kepemimpinan cinta kasih yang ditegakkan atas dasar cinta dan kasih sayang. Dengan kata lain, kepemimpinan tersebut bukan ditegakkan dengan semena-mena, bahkan orang yang dipimpin itu bebas berbuat menurut kehendak dan pilihannya yang tidak ditekan dan dirampas iradahnya, berdasarkan konsep musyawarah yang dilandasi dengan cinta dan kasih sayang. Bila kita menyebut musyawarah, maka istilah lainnya adalah komunikasi.
Bila Anda ingin melarang istri Anda terhadap sesuatu hal, coba dikomunikasikan terlebih dahulu dengan baik. Jelaskan alasan kenapa Anda melarangnya, dan dengarkan pula alasan kenapa istri Anda berkeberatan. Diskusikan hal ini dengan baik, dan carilah titik temu yang pas untuk Anda berdua. Jadi kata kunci dalam permasalahan keluarga adalah KOMUNIKASI. Insya Allah setiap permasalahan akan menemukan solusinya bila dilakukan dengan komunikasi yang efektif dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah.
Untuk menghadapi perilaku istri Anda yang berubah setelah ia bekerja (bukankah ia telah berbuat baik membantu Anda mencari nafkah, yang pada dasarnya itu adalah kewajiban Anda?) memang dibutuhkan kesabaran dan pengertian, Rasulullah saw akan mengakui kebaikan seorang suami apabila ia baik terhadap istrinya. (HR. Ibnu Majah).
Jangan terpancing emosi ketika Anda berbicara dengannya, usahakan bersikap tenang, sebab ini akan mempengaruhi kejiwaannya. Carilah suasana yang cukup kondusif untuk menegurnya, Anda tentu lebih tahu kapan saat dia bisa menerima penjelasan Anda. Anda juga perlu mengevaluasi diri, apakah ia memiliki kekecewaan terhadap Anda, atau ada sikap Anda yang membuat ia seperti itu. Anda juga bisa menyampaikan keluhan Anda ini kepada orang yang dianggap berwibawa di mata istri Anda sehingga ia bisa menasihati istri Anda. Paling tidak, usaha awal untuk memperbaiki keadaan ini adalah bangun terlebih dahulu hubungan yang baik dan komunikasi yang efektif antara Anda dan istri.
Terakhir, dalam membangun keluarga muslim maka pondasi yang dibutuhkan adalah ‘ketaqwaan’ kepada Allah. Rujukan dalam kehidupan berkeluarga tersebut mengacu kepada aturan-aturan dan standar-standar Islami, yaitu suami istri berkeinginan menjadikan keluarganya surga dunia (baiti jannati), dengan memberikan yang terbaik bagi pasangan hidupnya, dengan prinsip saling ta’awun (tolong menolong) dalam menunaikan hak dan kewajiban dengan penuh keikhlasan dan melakukannya dalam rangka ibadah kepada Allah swt.
Anda, dan para suami lainnya adalah pemimpin yang hendaknya mampu membawa bahtera rumah tangga tersebut ke arah ‘baiti jannati’, apabila ada satu dan lain sebab Anda dan para suami yang lainnya belum mampu, maka semoga para istri bisa menuntun mereka (para suami) dengan keikhlasan, lapang dada dan kesabaran (Fastabiqul khairaat/saling berlomba-lomba dalam kebaikan). Apabila keduanya belum memiliki kemampuan untuk itu, maka mari kita belajar, terus menggali nilai-nilai Islami, saling bergandengan tangan untuk kemudian diamalkan. Sesungguhnya betapa telah banyak ilmu yang telah kita dapatkan, namun baru sedikit yang mampu kita terapkan.[ind/SyariahConsultingCenter]