ChanelMuslim.com – Blue Carbon adalah karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir yaitu pada hutan bakau (mangrove), padang lamun (seagrass) dan rawa pasang surut (tidak march). Karbon tersebut sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Baca Juga: Inspirasi Gaya Hidup dengan Rendah Emisi Karbon
Pentingnya Blue Carbon
Dikutip dari rilis, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Andreas Unterstaller mengatakan, pentingnya laut bagi kesejahteraan manusia karena laut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan.
“Laut menjadi sumber energi dan rumah bagi ekosistem yang beragam. Laut memproduksi oksigen bagi 3 miliar manusia yang menggantungkan hidupnya pada laut,” ungkapnya dalam diskusi Pekan Diplomasi Iklim 2021 (13/10).
“Kemampuan ekosistem untuk menghilangkan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer membuatnya sebagai penyerap karbon yang signifikan, dan diakui perannya dalam mengurangi perubahan iklim. Kapasitas menyerap karbon akan hilang bila ekosistemnya terdegradasi atau rusak oleh aktivitas manusia,” tambahnya.
Pusat Penelitian Kelautan, Kementerian Kelautan Novi Susetyo Adi, Ph.D. mengamini jika Indonesia perlu menjaga blue carbon mengingat potensinya yang sangat besar yang diperkirakan mencapai 3,4 Pg C.
Khusus untuk mangrove tutupannya mencapai 3,3 juta Ha yang dihuni 43 spesies, sama dengan 22,6% dari mangrove global sehingga menempatkan Indonesia dengan mangrove terbesar di dunia.
Sementara itu, untuk padang lamun mencakup 3,1 juta Ha, terbesar kedua setelah Australia. Di dalamnya terdapat 13 spesies yang telah berhasil diidentifikasi.
Perwakilan Marine Buddies Fatima Gianty setuju jika ekosistem mangrove perlu menjadi perhatian utama karena degradasi kawasan mangrove semakin mengkhawatirkan dalam beberapa dekade terakhir. Itu sebabnya, ia bersama Marine Buddies aktif melakukan penanaman mangrove di daerah Tangerang yang dinamai proyek “Tanam-tanam Mangrove” untuk menjaga pantai dari abrasi.
Baca Juga: 10 Miliar Pohon Guna Kurangi Emisi Karbon di Saudi
Menahan Laju Pemanasan Global
“Penanaman bibit mangrove pertama dilakukan pada 2019 dengan 1500 bibit, lalu 2500 bibit pada 2020 dan Juni 2021 dengan 2500 bibit – yang hingga kini tumbuh dengan baik,” jelas Fatima.
Sementara itu, Manajer Operasi dan Sains Carbon Ethics Indri Addini menekankan tentang ambisi dan aksi untuk menahan laju pemanasan global melalui blue carbon.
“Jika melihat siklus karbon, laut merupakan muara penyimpanan karbon, baik dari udara dan daratan. Karena kemampuannya dalam menyerap karbon 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan pohon terrestrial, mangrove menjadi lebih efektif dalam memperlambat krisis iklim,” katanya.
“Ekosistem mangrove dan lamun yang sehat mampu mencegah sedimentasi dan mengurangi pengasaman laut, dan sekaligus membantu mencegah pemutihan karang. Selain itu, ekosistem blue carbon turut melindungi masyarakat pesisir, melindungi dari badai yang merusak, angin topan, tsunami, gelombang dan banjir.
Keberadaannya menyediakan habitat penting bagi burung, ikan, udang, kepiting, dan banyak biota lainnya termasuk biota terestrial pada hutan mangrove,” tutup Indri.
Pekan Diplomasi Iklim 2021 yang digagas Uni Eropa, mengangkat lima bidang tematik yaitu Meningkatkan Ambisi Iklim, Transformasi Ekonomi, Pelestarian Ekosistem, Mengajak Keterlibatan Semua Pihak, Sarana untuk Mencapai Ambisi. Ajang yang berlangsung hingga 16 Oktober ini menghadirkan 40 pembicara dalam 15 sesi seperti webinar, sesi bincang, dialog; dan sejumlah kegiatan lainnya termasuk aksi tanam pohon bakau di pantai Jakarta. [Cms]