HUKUM Makan Daging Qurban Nazar Sendiri. Saya pernah membaca jika kita berkurban karena perkara wajib, misalnya menunaikan nazar, maka haram hukumnya bagi pengkurban untuk memakan sebagian dari daging kurban tersebut.
Saya pernah bernazar jika saya bisa keterima kerja di perusahaan A maka saya akan berkurban. Saya juga pernah bernazar jika saya sudah bekerja maka saya akan selalu melaksanakan kurban di idul adha setiap tahunnya. Atas nazar-nazar tersebut sudah saya jalankan dan saya juga memakan sebagian dari daging kurban tersebut.
Pertanyaannya, apakah memang saya tidak boleh mengonsumsi daging kurban tersebut, terutama daging kurban yang saya lakukan saat idul adha? (Arumdati-Jakarta Selatan)
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan persoalan ini sebagai berikut.
Bismillahirrahmanirrahim..
Secara umum, memakan daging qurban sendiri adalah sunnah. Berdasarkan ayat berikut:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“.. Maka makanlah sebahagian daripadanya (hewan qurbanmu) dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj (22): 28)
Khadimus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq menjelaskan:
للمهدي أن يأكل من هديه الذي يباح له الاكل منه أي مقدار يشاء أن يأكله، بلا تحديد، وله كذلك أن يهدي أو يتصدق بما يراه. وقيل: يأكل النصف، ويتصدق بالنصف .وقيل: يقسمه أثلاثا، فيأكل الثلث، ويهدي الثلث، ويتصدق بالثلث.
“Si pemilik hewan kurban dibolehkan makan bagian yang dibolehkan baginya sesuai keinginannya tanpa batas. Dia pun boleh menghadiahkan atau mensedekahkan sesuka hatinya. Ada pula yang mengatakan dia boleh memakannya setengah dan mensedekahkan setengah. Dan dikatakan: dibagi tiga bagian, untuknya adalah sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan disedekahkan sepertiga”. (Fiqhus Sunnah, 1/742-743)
Namun, untuk qurban yang wajib semisal karena nazar, maka para ulama berbeda pendapat apakah mudhahhi (pemilik qurban) boleh memakannya atau tidak.
Baca juga: Hukum Pendistribusian Qurban dalam Keadaan Matang
Makan Daging Qurban Nazar Sendiri
Tertulis dalam Al Mausu’ah:
أَمَّا إِذَا وَجَبَتِ الأْضْحِيَّةُ فَفِي حُكْمِ الأْكْل مِنْهَا اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءِ
Ada pun jika qurban wajib maka tentang hukum memakan sebagian darinya, hal itu diperselisihkan ahli fiqih. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 6/115)
Kalangan Malikiyah dan pendapat yang shahih dari Hanabilah, bahwa qurban nazar boleh dimakan oleh pemiliknya.
Sementara sebagian Hanabilah, dan ucapan Imam Ahmad bin Hambal bahwa tidak boleh pemilik qurban memakan qurban nazarnya.
Ada pun Syafi’iyah mengatakan tidak boleh memakannya dan ini pendapat resmi mazhab Syafi’i, sementara ulama Syafi’iyah lainnya mengatakan boleh memakannya secara mutlak.
Dalam mazhab Hanafi, menurut Al Kasani boleh secara mutlak memakannya bahkan ini ijma’ di internal mazhab Hanafi. Baik qurban sunnah atau qurban wajib. Sementara seorang ahli hadits yang fiqihnya Hanafi yaitu Imam Az Zaila’i mengatakan tidak boleh memakannya.
Demikian ringkasan dari Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah.
Lalu, bagaimana sikap terbaik? Untuk kehati-hatian dan sikap yang lebih aman, lebih baik tidak memakan qurban nazarnya sendiri, dengan demikian sikap tsb bisa keluar dari perdebatan. Hal ini sama seperti seorang yang berzakat tentu tidak pantas dia memakan zakatnya sendiri.
Syaikh Husamuddin ‘Afanah mengatakan:
والذي أميل إليه أن الأضحية المنذورة يتصدق بها كلها ، ولا يأكل منها شيئاً خروجاً من الخلاف.
Aku cenderung pada pendapat bahwa qurban nazar hendaknya disedekahkan semua, dan tidak memakannya sedikit pun dalam rangka keluar dari perselisihan pendapat. (Al Mufashshal fi Ahkamil Udhhiyah, hlm. 157)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]