SUAMI saya orangnya kaku banget. Saya kan nyanyi di depan dia lagu-lagu tahun 80-an, kenangan masa ABG gitu. Tujuannya sih buat “pacaran” menjelang tidur, eh suami malah marah-marah..
Jahiliyah katanya, memangnya tidak boleh nyanyi depan suami? Memangnya jahiliyah? Niatnya mau romantis, jadi malah belakang-belakangan. Tolong solusinya ya.
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan mengenai hal ini sebagai berikut.
Begitulah… Pasangan suami istri memang beda-beda. Ada suami yang romantis, suka menggoda istri, bernyanyi untuk istrinya, tapi istrinya kaku dan jutek.
Ada kebalikannya, istrinya yang romantis, tapi suaminya kaku dan ngebos.
Untuk pertanyaan di atas, ini memang tidak mudah. Apakah memang sudah karakter suami yang agak keras, ataukah istri nyanyinya kurang pas momennya (bukan kurang pas suaranya ya).
Bisa jadi suami lelah, dia mau ngobrol atau diskusi, tahu-tahunya istrinya malah nyanyi. Ini juga perlu diperhatikan.
Semata-mata nyanyi di depan suami ya boleh. Apalagi tujuannya ingin membangun suasana, bercengkrama, bergurau, bercanda, membangun gelak tawa di antara berdua, itu bagus-bagus saja. Baik dengan cerita, bernyanyi berduaan, cerita waktu awal nikah, cerita dll.
Nyanyian yang isinya baik-baik, natural, seperti nyanyian gembala, nyanyian ibu untuk tidur anaknya, dan lainnya.
Atau nyanyian suami/istri untuk pasangannya saat di rumahnya, sekadar untuk menghibur, atau sekadar ingin sedikit “kekanak-kanakan” di depan suami.
Baca Juga: 12 Kiat agar Suami Istri Semakin Romantis
Istri Mau Romantis, Suami Kaku
Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah berkata:
وَهَذَا الْبَابُ مِنَ الْغِنَاءِ قَدْ أَجَازَهُ الْعُلَمَاءُ وَوَرَدَتِ الْآثَارُ عَنِ السَّلَفِ بِإِجَازَتِهِ وَهُوَ يُسَمَّى غِنَاءَ الركبان وغناء النصب والحذاء هَذِهِ الْأَوْجَهُ مِنَ الْغِنَاءِ لَا خِلَافَ فِي جَوَازِهَا بَيْنَ الْعُلَمَاءِ
Ini pembahasan termasuk tentang nyanyian. Para ulama telah membolehkannya dan telah datang berbagai atsar dari salaf tentang kebolehannya.
Itu dinamakan dengan Nyanyian Pengembara dan Nyanyian Nashab (pengiring Unta), dan Hida (nyanyian pengiring Unta tapi lebih semangat dari Nashab). Semua jenis nyanyian ini tidak ada perbedaan pendapat ulama atas kebolehannya. (At Tamhid, 22/197)
Atsar-atsar yang dimaksud di antaranya adalah ucapan Umar bin Khathab Radhiallahu ‘Anhu:
الْغِنَاءُ مِنْ زَادِ الرَّاكِبِ أَوْ قَالَ زَادِ الْمُسَافِرِ
“Nyanyian termasuk perbekalan pengendara,” atau dia berkata: “perbekalan musafir.”
(Ibid, lihat juga mam Al Baihaqi, Sunan al Kubra no. 9182. Semua perawinya tsiqah kecuali Usamah bin Zaid bin Aslam. Imam Bukhari mengatakan “tidak apa-apa”. Lihat Tartib ‘Ilal At Tirmidzi, Hal. 76. Namun di-dhaif-kan yang lainnya. Al Jarh wat Ta’dil, 2/285)
Usamah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhu pernah bernyanyi, Ubaidullah bin Abdillah berkata:
رَأَيْتُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ مُضْطَجِعًا عَلَى بَابِ حُجْرَتِهِ رَافِعًا عَقِيرَتَهُ يَتَغَنَّى
Aku melihat Usamah bin Zaid sedang bersandar di pintu kamarnya, dia meninggikan suaranya sambil bernyanyi. (Ibid)
Yang saya tangkap, suami sepertinya tidak suka dengan nyanyiannya, mungkin dia punya standar yang berbeda tentang apa itu jahiliyah.
Padahal seseorang menyanyikan syair bertema cinta, kesedihan, riang, kepada istri/suami tidak masalah, itu bukan jahiliyah. Jahiliyah itu jika kita menyanyikan lagu cinta ke suami/istri orang lain.
Yang jelas, kita ini manusia, bukan robot, yang juga membutuhkan nutrisi bagi jiwa.
Ada kalanya kita nangis mendengar ayat-ayat Allah, menangis dalam shalat, doa, penderitaan umat Islam, dll..
Tapi kadang kita juga menangis mengenang kenangan indah bersama kawan, saudara, dan bermacam nostalgia.
Polesan Tarbiyah Islamiyah, agar sisi manusiawi kita itu hidup semua, bukan untuk dibunuh yang satunya dan dibiarkan lainnya.
Demikian. Wallahu a’lam. Semoga penjelasan Ustaz mengenai hubungan suami istri yang istrinya mau romantis tapi suaminya kaku ini bisa menambah wawasan kamu, Sahabat Muslim.[ind]