• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Minggu, 18 Mei, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Syariah

Hukum Pernikahan setelah Hamil Duluan

November 20, 2022
in Syariah
Kisah Pemilik Kebun yang Dermawan
88
SHARES
675
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

SAYA mau bertanya terkait pernikahan setelah hamil duluan. Pertanyaannya, sahkah pernikahannya? Adakah tazadunnikah (setelah bayi keluar wajib nikah ulang); anaknya bernasab atau tidak.Ustazah Nurhamidah, M.A. menjawab bahwa para ulama berbeda pendapat terkait keabsahan menikahi wanita yang berzina dan hamil di luar nikah.

Kalangan Maliki dan Hambali menganggap tidak sah. Namun kalangan Syafii menganggap sah selama wanita tersebut tidak dalam kondisi bersuami sehingga kehamilannya tidak menyebabkannya berada dalam masa iddah. Yang tidak boleh adalah menikahi wanita hamil yang memiliki suami.

Baca Juga: Hukum Pernikahan Muslimah dengan Laki-Laki Nonmuslim, Baik Ahli Kitab atau Musyrik

Hukum Pernikahan setelah Hamil Duluan

Terkait dengan anak hasil perzinahan, jumhur ulama berpendapat bahwa nasabnya tidak boleh kepada ayah yang telah berzina. Hanya saja beberapa ulama seperti Imam Abu Hanifah dan Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa anak tersebut bisa dinasabkan kepada ayah yang telah menzinahi. Pasalnya, Nabi bersabda,

الولد للفراش , وللعاهر الحَجَر

“Si anak milik pemilik al-firasy, sementara lelaki yang menzinahi mendapat batu (tidak mempunyai hak apa-apa) (HR Bukhari Muslim)”.

Dalam hadits di atas, anak hasil zina dinasabkan kepada pemilik al-firasy yaitu suami dari wanita yang telah dizinai tadi; bukan kepada lelaki yang menzinai.

Menurut Ibn Taymiyyah, berarti bila si wanita tidak bersuami maka tidak tercakup dalam hadits ini sehingga nasab si anak bisa dinasabkan kepada ayah yang telah berzina. (lihat al-Fatawa al-Kubra 3/178).

Berdasarkan sejumlah pandangan di atas, maka pernikahan tidak otomatis menjadi tidak sah. Bila merujuk pada pandangan kalangan Syafii terkait sahnya pernikahan dengan wanita yang sedang hamil dan pandangan Ibnu Taimiyyah bahwa anak hasil zina bisa dinasabkan kepada ayah yang telah melakukan perzinaan, berarti pernikahan itu sah.

Andai pun mengambl pendapat jumhur bahwa anak hasil zina tidak bisa dinasabkan kepada sang ayah sehingga otomatis ia tidak bisa menjadi walinya, ini juga tidak berarti pernikahan itu tidak sah.

Sebab, ketika menikah, suami istri sama sekali tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya sehingga pasti meyakini pernikahan sudah benar dan sah.

Bila sekarang baru diketahui, bukan berarti anak yang lahir setelah pernikahan tersebut bukan sebagai anak pasangan tersebut.

Akan tetapi, ia tetap merupakan anak pasangan tersebut. Hanya terkait dengan pernikahan yang baru diketahui rusak, maka tinggal menikah ulang.

Status mahram adalah hak prerogatif Allah SWT yaitu Qs 24: 31 dan Qs 4: 23

Jika mengambil mazhab yang tidak bisa bernasab ke ayah biologis, maka bisa jadi, akhirnya status mahram anak-ayah biologis bukan sebagai hubungan anak dan ayah kandung, tapi seperti anak dan ayah tiri. Menjadi mahram tapi tidak saling menjadi wali dan waris mewarisi.

Adapun anak yang terlahir setelah pernikahan mereka menjadi adik seibu dan mahram bagi kakak hasil zina sebelumnya.

Soal nasab terkadang kita dipusingkan karena akte kelahiran dari pemerintah. Padahal akte pemerintahan itu untuk administrasi negara menyangkut urusan sekolah, paspor, dan ijazah.

Sedang nasab bin atau binti dalam Islam berkaitan dengan hukum lisan saat ijab qobul. Hal warisan yang bisa jadi kemungkinan berbeda dengan data di akte kelahiran.

Jadi, jika kesulitan perbedaan data antara ijab qobul lisan dan data administrasi, maka bisa dilakukan dengan waktu yang berbeda.

Wallahu’alam.[ind/Cms]

Sumber:
Syariah Consulting Center

Tags: Hukum pernikahan setelah hamil duluan
Previous Post

Berbagi adalah Pemancing Rezeki

Next Post

Akhir Pekan Yuk Bikin Resep Tiramisu Bomb, Camilan Praktis Tanpa Mixer

Next Post
Akhir Pekan Yuk Bikin Resep Tiramisu Bomb, Camilan Praktis Tanpa Mixer

Akhir Pekan Yuk Bikin Resep Tiramisu Bomb, Camilan Praktis Tanpa Mixer

Omelet Isi Sayur, Resep Sarapan Sehat Keluarga

Omelet Isi Sayur, Resep Sarapan Sehat Keluarga

Belajar dari Putaran ‘Hidup’ Matahari

Hidup Ini Sebuah Putaran

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga