ChanelMuslim.com – Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan status hukum pelegalan miras di beberapa daerah karena menghormati tradisi atau kearifan lokal.
“Jika yang mengucapkan itu adalah non muslim, biarlah itu urusan mereka dengan aturan agama mereka sendiri karena standar kita berbeda dengan mereka,” jelas Ustaz Farid Nu’man, Kamis (4/3/2021).
Namun demikian, Ustaz Farid Nu’man mengatakan jika yang menyatakan demikian adalah muslim, maka perlu diluruskan sebab hal itu adalah kekeliruan besar.
“Perlu diingat, budaya khamr di tanah Arab masa jahiliyah, khususnya di Mekkah dan Madinah, juga sangat kuat. Tapi, syariat Islam datang menghapuskannya, sampai tiga kali tahap turunnya ayat – saking berakarnya budaya khamr saat itu. Puncaknya dengan turunnya surat Al Maidah: 90,” kata Ustaz Farid.
Walaupun tradisi sangat kuat, bukan malah membiarkan miras dengan alasan tradisi, budaya, dan kearifan lokal. Apalagi jika ujung-ujungnya adalah masalah uang.
Pada ulama Ushul Fiqih, membagi Al ‘Urf (tradisi) menjadi dua macam yaitu sebagai berikut.
Al’ Urf Ash Shahih, tradisi yang shahih, yang benar, yaitu tradisi yang tidak berasal dari Islam (Al Quran dan As Sunnah), tapi juga tidak bertentangan dengan Islam.
Tradisi ini dibolehkan bahkan Islam merawatnya, seperti tradisi kerja bakti, gotong royong membantu tetangga hajatan pernikahan, dll.
Baca Juga: Bahaya Minuman Keras: Tolak Legalitas Miras di Indonesia
Hukum Pelegalan Miras dengan Alasan Menghormati Tradisi atau Kearifan Lokal
Di sinilah pada ulama mengatakan:
الثابت بالعرف كالثابت بالنص
Ketetapan hukum karena tradisi itu seperti ketetapan hukum dengan Nash/dalil. (Syaikh Muhammad ‘Amim Al Mujadidiy At Turkiy, Qawa’id Al Fiqhiyah, no. 101)
Al ‘Urf Al Fasad, yaitu tradisi rusak, tradisi yang bukan berasal dari Islam tapi juga bertentangan dengan Islam. Maka, Islam melarang bahkan memberantasnya. Contohnya adalah tradisi khamr, judi, dan lainnya.
Syaikh Abu Zahrah mengatakan bahwa para ulama yang menetapkan ‘Urf sebagai dalil, itu sekiranya jika tidak ditemukan dalil dalam Alquran dan As Sunnah, dan itu pun tidak bertentangan dengannya.
Tapi, jika bertentangan, maka ‘Urf tersebut mardud (tertolak), seperti MINUM KHAMR dan makan riba. (Ushul Fiqih, Hlm. 418)
“Maka, sama sekali tidak dibenarkan melegalkannya, apa pun alasannya termasuk karena budaya,” tegas Ustaz Farid.
Jika nasihat para ulama, para da’ i, ormas Islam, sudah tidak digubris, padahal yang melegalkan mengaku muslim, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
Jika kamu tidak punya rasa malu, lalukan saja apa pun sesuka hatimu!
(HR. Bukhari no. 3484)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]