ChanelMuslim.com – Bagaimana hukum bertanya agama kepada Google? Apakah boleh kita bertanya tentang tata cara atau apapun tentang ibadah ke Google bukan pada Ustaz? (Muhamad, Banten)
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan mengenai permasalahan ini.
Bertanya kepada ahli ilmu adalah salah satu sarana untuk mencari ilmu atau menyelesaikan suatu persoalan. Sebagaimana perintah Allah Ta’ala:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُون
َ
“Maka bertanyalah kepada Ahludz Dzikri jika kalian tidak mengetahui.” (QS. An Nahl (16): 43)
Berkata Imam Al Qurthubi Rahimahullah dalam kitab tafsirnya:
وقال ابن عباس: أهل الذكر أهل القرآن وقيل: أهل العلم، والمعنى متقارب
Berkata Ibnu ‘Abbas: “Ahludz Dzikri adalah Ahlul Quran (Ahlinya Al Quran), dan dikatakan: Ahli Ilmu (ulama), makna keduanya berdekatan.” (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Quran, Juz. 10, Hlm. 108)
Dahulu, manusia bertanya dengan cara mendatangi ulama ke majelisnya atau rumahnya. Memang belum ada alternatif lainnya.
Zaman berubah, manusia bertanya kepada ulama, atau forum ulama, dengan berbagai fasilitas yang memudahkan.
Sebelum zaman internet, mereka bertanya lewat surat, telepon, dan faksimile. Jawabannya, ada yang dibalas langsung, ada yang dibukukan, atau diterbitkan di majalah.
Baca Juga: Hari Guru, Google Doodle Tampilkan Ibu Guru Lebah
Hukum Bertanya Agama kepada Google
Ketika orang lain membacanya maka manfaatnya semakin luas. Bukan masalah “orang lain” langsung mengambil manfaat dari situ, walau tidak bertanya langsung ke ulama karena persoalan mereka sudah terwakili oleh jawaban tersebut.
Lalu di zaman internet, lewat email, dijawab langsung kepada penanya, dan kadang diterbitkan pula di website konsultasi syariah, agar dibaca orang banyak dan manfaatnya semakin luas.
Di zaman medsos, tanya jawab dengan para ulama pun juga menghiasi medsos, dan seterusnya.
Maka, ini semua sarana untuk mengetahui jawaban sebagian persoalan. Tidak apa-apa mencarinya lewat search engine seperti google, asalkan yang dia rujuk adalah dari konsultan, ustaz, ulama, yang terpercaya, dan kredibel keilmuannya. Itu tidak beda dengan bertanya langsung.
Ada pun jika niatnya ingin belajar secara intensif, tentu tidak cukup dengan halaman dan tayangan pada google, atau sejenisnya.
Hendaknya tetap bermajelis dengan guru baik formal dan informal. Agar terjadi timbal balik, diskusi yang lebih luas dan mendalam, mengurai kesulitan yang didapatkan dari buku atau artikel google, dan keberkahan bermajelis pun juga didapatkan.
Baca Juga: Hukum Berdoa dengan Kalimat Sendiri
Oleh karenanya, Imam Ahmad bin Hambal memberikan nasihat kepada para penuntut ilmu:
إذا كان عند الرجل الكتب المصنفة فيها قول رسول الله – صلى الله عليه وسلم – واختلاف الصحابة والتابعين فلا يجوز أن يعمل بما شاء ويتخير فيقضي به ويعمل به حتى يسأل أهل العلم ما يؤخذ به فيكون يعمل على أمر صحيح.
Jika seseorang memiliki berbagai buku, yang di dalamnya terdapat hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, perselisihan para sahabat, dan tabi’in,
maka tidak diperkenankan baginya memilih pendapat (semaunya) lalu dia menetapkan perkaranya dengan itu, dan mengamalkannya,
sampai dia bertanya dulu kepada ulama tentang apa yang dijadikan olehnya sebagai pegangan itu, agar itu menjadi perkara yang benar.
(Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 1/35)
Demikian. Wallahu a’lam. Semoga jawaban Ustaz Farid Nu’man Hasan mengenai persoalan hukum bertanya agama kepada Google ini dapat dipahami.[ind]