TANYA Jawab Singkat Fiqh di kala Mudik dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan, S.S. yaitu berikut ini bisa menjadi panduan kamu saat bepergian.
Berikut ini adalah hal yang sering ditanyakan masyarakat selama mudik.
(Tanya jawab ini berfokus pada jawaban, bukan pembahasan, sehingga bentuknya ringkas dan praktis untuk yang butuh jawaban segera)
Baca Juga: Adab dan Fiqh Liburan
17 Tanya Jawab Singkat Fiqh Saat Mudik
1. S: Kewajiban apa saja yang diringankan ketika dalam perjalanan?
J: Shalat bisa dijamak dan atau diqashar, puasa bisa dibatalkan diganti di hari lain, shalat bisa di kendaraan jika tidak mungkin singgah.
S: Apa pengertian sholat jamak dan qashar?
J: Jamak adalah menggabung dua waktu shalat dalam satu waktu, yaitu zuhur dan ashar, juga maghrib dan isya.
Subuh tidak ada jamak. Qashar adalah meringkas shalat yang empat rakaat; seperti zuhur, ashar, dan isya menjadi dua rakaat. Subuh dan maghrib tidak bisa diqashar
2. S: Apa perbedaan jamak dan qashar?
J: Jamak disebabkan oleh masyaqqat (kesulitan/kepayahan/kesempitan) jika dikumpulkan semua dalil maka seperti sakit, takut dengan orang kafir, kesibukan yang sangat, hujan deras, safar, sedang menuntut ilmu syar’i, bahkan nabi pernah sedang di rumah, tidak sakit, tidak hujan, beliau menjamak shalat.
Tapi, ini hanya boleh dilakukan sesekali saja, sebagaimana penjelasan ulama.
Saat safar, jamak boleh dilakukan sebelum berangkat. Qashar disebabkan oleh safar saja, dan dilakukannya hanya boleh jika sudah berangkat dan sudah keluar dari daerah asal.
3. S: Perjalanan sejauh apa agar diperbolehkan menjamak atau mengqashar sholat?
J: Imam Ibnul Mundzir mengatakan ada lebih 20 pendapat tentang ini.
Tapi, yang paling umum dianut oleh ulama sejak masa sahabat nabi adalah jika sudah 4 Burud, yaitu sekitar 88Km.
4. S: Apakah boleh menjamak/qashar sholat karena alasan macet?
J: Macet, jika menghasilkan masyaqqat (kesulitan/kepayahan/kesempitan) maka boleh jamak shalat. Ada pun qasharnya tergantung jarak yang sudah ditempuh.
5.S: Mana yang lebih afdhal, menjamak/qashar sholat atau sholat seperti biasa ketika dalam perjalanan?
J: Jika syarat-syarat sudah terpenuhi maka mengambil keringanan untuk jamak dan qashar lebih utama diambil. Sebab itu adalah karunia dari Allah Ta’ala bagi umatnya.
6. S: Apa hukumnya sholat duduk di atas kendaraan?
J: Boleh, jika memang tidak memungkinkan untuk turun singgah. Sebab Nabi pernah melakukan dan juga para sahabat juga pernah melakukan.
7. S: Bagaimana bila terjebak macet dan tak sempat sholat berdiri, boleh sholat sambil duduk?
J: Boleh, jika memang tidak mampu berdiri, baik karena sakit, atau karena posisi yang sulit berdiri secara normal. Fattaqullaha mastatha’tum – bertaqwalah kepada Allah semampu kamu
8. S: Mana yang lebih afdhol, tetap berpuasa atau berbuka ketika dalam perjalanan?
Jika dia kuat melanjutkan puasa, maka lebih baik dia puasa saja.
Tapi, jika dia tidak kuat atau lemah, maka lebih baik berbuka saja. Nabi pernah melakukan keduanya dalam safarnya, Beliau pernah puasa, pernah juga berbuka.
9. S: Orang yang tetap berpuasa saat berpergian, misal dari Aceh ke Surabaya, dan ia sahur saat masih di Aceh, apakah berbukanya harus mengikuti waktu Aceh atau Surabaya?
Ikuti waktu di mana dia berada, jika saat sahur di aceh, maka ikuti waktu Aceh. Jika saat berbuka sedang di Surabaya maka ikut waktu di Surabaya, bukan di Aceh.
10. S: Saat terjebak macet, bolehkah tayamum dengan debu yang ada di jok mobil?
Boleh, baik debu yang ada di jok, dinding, tanah, dan benda suci lain yang terdapat debu.
11. S: Apakah boleh berwudhu menggunakan air mineral? Harus berapa liter?
J: Boleh, air mineral berasal dari air sungai atau pegunungan, suci dan mensucikan. Proses penyulingan atau pemurnian tidak mengubah hukum tersebut.
12. S: Boleh tidak sholat sambil duduk di samping penumpang lain yang berlainan jenis kelamin?
Sebaiknya tidak demikian, tapi jika tidak memungkinkan dan tidak sampai bersentuhan tidak apa-apa. Atau, bisa juga menjamak saja jika sudah sampai di tujuan.
13. S: Apakah sholat boleh di-qodho’?
J: Boleh, khususnya pada shalat-shalat wajib yang baru saja ditinggalkan.
Sebab Nabi dan para sahabatnya seperti Umar Radhiyallahu Anhu pernah melakukan. Tapi qadha terjadi karena ketiduran dan lupa, bukan saat terjaga dan sengaja.
Ada pun jika qadhanya adalah shalat-shalat yang sudah lama ditinggalkan bertahun-tahun, maka ulama beda pendapat.
Sebagian mesti qadha, dengan mengitung semampunya jumlah shalat yang ditinggalkan lalu dia shalat sebanyak-banknya untuk itu.
Ulama lain mengatakan tidak ada qadha untuk yang seperti itu, tapi banyak-banyak shalat sunnah, istighfar dan banyak taubat.
14. S; Bila pakaian terkena najis dan tak sempat diganti dalam perjalanan, tetap lakukan sholat atau diqodho’ saja?
J: Bersihkan saja, kucek-kucek sampai bersih, baik dengan air atau pasir, debu, yang bisa mensucikan. Jika tidak mungkin juga bisa dijamak ta’khir saat sampai tujuan.
15. S: Apakah muntah termasuk najis?
J: 4 madzhab menyatakan najis, tapi mereka berbeda dalam sifat zat muntah seperti apa yang najis itu.
S: Bolehkah buang air kecil di semak-semak saat terjebak macet?
J: Pada dasarnya tidak boleh, sebab nabi melarang keras buang hajat di jalan tempat manusia lalu lalang dan tempat manusia berteduh.
Tapi, jika kondisinya seperti yang ditanyakan, maka bisa kencing di botol lalu istinja dengan tisue, kalau tidak bisa juga maka kencing di semak adalah pilihan terakhir.
Kaidahnya: Idza dhaqqa ittasa’a – jika keadaan sulit dan sempit maka dilapangkan.
16. S: Bagaimana cara berwudhu yang hemat air?
J: Bisa membasuh yang wajib saja, wajah, kepala, tangan sampai siku, kaki sampai mata kaki.
17. S: Selama di kampung apakah sholat boleh dijamak/qashar?
J: Boleh, qashar saja, tanpa jamak. Jamak boleh lagi dilakukan jika ada masyaqqat (kesulitan) di sana.
Nabi pernah qashar 20 hari di Tabuk, beberapa sahabat nabi ada yang qashar 6 bulan, 1 tahun, bahkan 2 tahun, itu dilakukan dengan syarat tidak berniat jadi penduduk tetap di situ.[ind]
Sumber: http://alfahmu.id/tanya-jawab-singkat-fiqh-dikala-mudik/