ADA sebagian kecil suami yang menjadikan tindakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang pernah berbohong kepada isterinya, Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, tentang rasa makanan sebagai dalih untuk berbohong kepada istrinya dalam pengertian yang luas, termasuk untuk menikah lagi tanpa diketahui istrinya.
Dalih semacam ini tentu sangat tidak tepat. Seakan-akan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kita berbohong kepada istri.
Padahal yang diperbolehkan hanya berbohong tentang rasa makanan agar menyenangkan hati istri.
Atau kalau mau diperluas berbohong tentang pakaian atau hal-hal kecil lainnya yang dilakukan istri agar menyenangkannya.
Bukan berbohong dalam hal-hal besar yang menyakiti hati pasangan.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
2. Cari seribu satu alasan untuk bersangka baik.
Dalam kisah haditsul ifki (berita bohong), dimana Aisyah diisukan selingkuh dengan Shafwan bin Mu’aththal maka sikap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam justru tetap percaya kepada Aisyah walau berita itu sudah tersebar ke seluruh seantero Madinah.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya pun tidak kepada Aisyah untuk mengecek apakah berita tersebut benar atau tidak.
Sampai akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang menjawab tuduhan bohong tersebut,
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga. Janganlah kamu kira berita bohong itu buruk bagimu bahkan ia adalah baik bagimu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan dan siapa diantara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar.” (QS. An Nur:11).
Begitulah Nabi kita sangat percaya dengan istrinya.
Begitulah mestinya kita sebagai pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mestinya mencari seribu satu alasan untuk tetap percaya dan selalu bersangka baik kepada pasangan.
Saling Percaya Antara Suami dan Istri (2)
3. Lebih banyak memberikan “setoran” daripada “penarikan”
Agar selalu tumbuh sangka baik dari pasangan maka suami atau istri perlu lebih banyak memberikan “setoran” daripada “penarikan”.
Yang dimaksud “setoran” adalah banyak memberikan kebaikan-kebaikan kepada pasangan, seperti tersenyum, berkata lembut, menolong, menepati janji, dan lain-lain, sehingga membuat pasangan kita simpati kepada kita.
Sedang yang dimaksud “penarikan” adalah perbuatan yang bersifat mengecewakan, sehingga menimbulkan antipasti dari pasangan.
Misalnya, berbohong, berkata kasar, egois, melanggar janji, dan lain-lain.
Jika kita lebih banyak melakukan “setoran” daripada “penarikan” maka sangka baik akan lebih mudah tumbuh daripada kalau kita lebih banyak melakukan “penarikan”.
Oleh sebab itu, mari kita budayakan sangka baik dan saling percaya kepada pasangan.
Baca juga: Saling Menjaga Kehormatan Suami Istri
Mulai dari yang kecil, misalnya tidak suka memeriksa handphone pasangan.
Di sisi lain, handphone juga tidak usah di-password agar tidak mengundang kecurigaan pasangan.
Jika pun kita curiga pada pasangan maka harus didahului dengan bukti-bukti yang kuat (data dan fakta ada).
Bukan hanya berdasarkan opini semata tanpa bukti yang kuat sehingga tidak menyesal kelak karena menuduh tanpa bukti.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita agar tabayyun (check and recheck) terhadap informasi (negatif) yang belum jelas.
Apalagi jika informasi itu tentang pasangan kita. Tentu kita harus lebih hati-hati lagi,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).[Sdz]
Sumber: Madrasatuna