TERDAPAT adab malam pertama bagi pasangan suami istri yang baru menikah. Abu Usaid berkata: “Aku menikah ketika aku masih seorang budak. Ketika itu aku mengundang beberapa orang Shahabat Nabi, di antaranya ‘Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr dan Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhum.
Lalu tibalah waktu shalat, Abu Dzarr bergegas untuk mengimami shalat. Tetapi mereka berkata: ‘Kamulah (Abu Sa’id) yang berhak!’ Ia (Abu Dzarr) berkata: ‘Apakah benar demikian?’ ‘Benar!’ jawab mereka.
Aku pun maju mengimami mereka shalat. Ketika itu aku masih seorang budak. Selanjutnya mereka mengajariku, ‘Jika isterimu nanti datang menemuimu, hendaklah kalian berdua shalat dua raka’at.
Lalu mintalah kepada Allah kebaikan isterimu itu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya. Selanjutnya terserah kamu berdua.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (X/159, no. 30230 dan ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (VI/191-192).
Baca Juga: Shalat Dua Rakaat Malam Pertama bagi Pengantin Baru
5 Adab Malam Pertama bagi Pasangan Suami Istri yang Baru Menikah
Malam pertama adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh pasangan yang baru menikah. Secara psikologis malam pertama akan mempengaruhi hubungan suami istri selanjutnya.
Bagi perempuan malam pertama bisa menjadi hal yang menyenangkan atau bahkan menjadi peristiwa yang akan menimbulkan trauma di kemudian hari.
Semua itu tergantung dari sikap suami saat di malam pertama. Dalam Islam ada setidaknya lima adab bagi pasangan yang baru menikah saat memasuki malam pertama, yaitu:
1. Pengantin pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun isterinya seraya mendo’akan baginya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah ‘basmalah’ serta do’akanlah dengan do’a berkah seraya mengucapkan: ‘Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.’” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al Hakim)
2. Hendaknya ia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at bersama isterinya.
Hadits dari Abu Waail, Ia berkata, “Seseorang datang kepada ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, lalu ia berkata, ‘Aku menikah dengan seorang gadis, aku khawatir dia membenciku.’
Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Sesungguhnya cinta berasal dari Allah, sedangkan kebencian berasal dari syaitan, untuk membenci apa-apa yang dihalalkan Allah. Jika isterimu datang kepadamu, maka perintahkanlah untuk melaksanakan shalat dua raka’at di belakangmu.
Lalu ucapkanlah (berdo’alah), “Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dan isteriku, serta berkahilah mereka dengan sebab aku. Ya Allah, berikanlah rizki kepadaku lantaran mereka, dan berikanlah rizki kepada mereka lantaran aku. Ya Allah, satukanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan dan pisahkanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan.” (Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf).
3. Bercumbu rayu dengan penuh kelembutan dan kemesraan. Misalnya dengan memberinya segelas air minum atau yang lainnya.
Asma’ binti Yazid binti as-Sakan radhiyallaahu ‘anha berkata, “Saya merias ‘Aisyah untuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah itu saya datangi dan saya panggil beliau supaya menghadiahkan sesuatu kepada ‘Aisyah. Beliau pun datang lalu duduk di samping ‘Aisyah.
Ketika itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam disodori segelas susu. Setelah beliau minum, gelas itu beliau sodorkan kepada ‘Aisyah. Tetapi ‘Aisyah menundukkan kepalanya dan malu-malu.”
‘Asma binti Yazid berkata: “Aku menegur ‘Aisyah dan berkata kepadanya, ‘Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam!’ Akhirnya ‘Aisyah pun meraih gelas itu dan meminum isinya sedikit.”(HR. Ahmad)
4. Berdo’a sebelum jima’ (bersenggama), yaitu ketika seorang suami hendak menggauli isterinya, hendaklah ia membaca do’a
“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah aku dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami.”
5. Suami boleh menggauli isterinya dengan cara bagaimana pun yang disukainya asalkan pada kemaluannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangi-lah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.
Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah : 223)
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Pernah suatu ketika ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, celaka saya.’ Beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu celaka?’ ‘Umar menjawab, ‘Saya membalikkan pelana saya tadi malam.”
Pelana adalah kata kiasan untuk isteri. Yang dimaksud ‘Umar bin al-Khaththab adalah menyetubuhi isteri pada kemaluannya tetapi dari arah belakang. Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan komentar apa pun, hingga turunlah ayat kepada beliau:
“Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai…” (QS. Al-Baqarah : 223)
Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setubuhilah isterimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi hindarilah (jangan engkau menyetubuhinya) di dubur dan ketika sedang haidh.” (HR. Ahmad, an-Nasa-i at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, ath-Thabrani, dan At Tirmidzi) [MAY/Cms]