ChanelMuslim.com – Menikah Kok Seperti Selingkuh (Kah-Kuh) ditulis oleh Muhammad Iqbal, Ph.D Psikolog (IG: @muhammadiqbalpsy), penulis buku “Best Seller” Psikologi Pernikahan dan Psikologi Pasangan.
Dalam beberapa bulan ini, masyarakat khususnya ibu-ibu, sedang ramai membincangkan sinetron ” Layangan Putus” sinetron ini mengangkat kisah nyata tulisan seorang istri yang mendapati suaminya menikah diam-diam dan berbulan madu di Cappadocia, Turki.
Fenomena menikah secara diam-diam bagi seorang suami yang sudah memiliki istri sekarang marak terjadi, ada banyak kisah yang tentunya ibarat fenomena gunung es, takut di ketahui istri, anak dan keluarga menjadi alasan.
Pengalaman saya sebagai konselor pernikahan, melebelkan menikah diam-diam ini sebagai Kah-Kuh (Menikah Tapi Seperti Selingkuh), dengan alasan menghindari zina dan takut istri tidak mengizinkan beberapa kasus saya dapat para suami memilih menikah diam-diam (siri).
Tentu saja menikahnya sah secara agama, namun perilaku menikah diam-diam ini tidak sesuai dengan adab, tuntunan dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda, diriwayatkan Tirmidzi:
“Umumkanlah pernikahan ini, jadikan tempatnya di dalam masjid dan pukulkan atasnya duff (rebana-rebana),”.
Tujuan pernikahan adalah untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Pernikahan perlu diumumkan adalah agar tidak terjadi fitnah dan mendapatkan dukungan doa dari kerabat dan masyarakat yang hadir dan menyaksikan pernikahan tersebut.
Namun, bila dilakukan secara diam-diam tentu akan ada kemudharatan.
Ada sebuah kisah seorang suami menikah dengan seorang perempuan yang mengaku sudah janda. Karena takut istrinya tahu, ia akhirnya menikah secara “siri”.
Hanya bertemu untuk “check in” di hotel memuaskan nafsu seksualnya, namun akhirnya ia curiga, karena dilarang berkenalan dengan keluarganya.
Akhirnya dibuntutilah ke mana pulang dan akhirnya terbongkarlah bahwa istri yang dinikahinya secara siri ternyata istri orang, punya suami dan sudah memiliki anak.
Ada juga kisah seorang suami yang menikahi seorang gadis secara siri karena ada ketertarikan fisik. Mereka menikah diam-diam, namun ketika istri siri ini hamil, sang suami tidak mau bertanggung jawab lalu “ghosting”. Akhirnya istri tersebut tidak dinafkahi dan anaknya tidak mendapatkan kasih sayang seorang Ayah. Inilah bahanya bila menikah tidak melibatkan keluarga.
Ada juga kisah ketika seorang suami meninggal dunia, baru diketahui bahwa ia memiliki istri dan anak di beberapa tempat dan tentu saja menjadi persoalan dalam hak waris, dan yang dirugikan tentu saja istri siri dan anaknya.
Ada juga kisah sepasang kekasih akan menikah, namun ketika mengurus dokumen pernikahan mereka, didapati mereka memiliki ayah yang sama (berarti mereka adalah kakak-adik), hampir saja terjadi pernikahan sedarah.
Ini tentu saja sangat berbahaya bila dibiarkan.
Baca Juga: Dahulukan Mana, Menikah atau Menuntut Ilmu?
Menikah Kok Seperti Selingkuh (Kah-Kuh)
Dan ada banyak lagi penderitaan istri dan anak akibat menikah diam-diam, anak-anak tidak memiliki kasih sayang yang lengkap, karena Ayahnya paruh waktu dan sembunyi-sembunyi bertemu dengan anak-istrinya sehingga akan menurunkan kualitas SDM Indonesia.
Lalu kenapa “Kah-Kuh” ini menjadi pilihan? Menikah siri tentu saja sangat beresiko karena prosesnya yang tidak sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dilakukan secara rahasia sehingga beresiko mendapat tuduhan fitnah zina di masyarakat.
Namun, saya juga memahami bahwa menikah diam-diam terkadang karena situasi yang sulit, dalam beberapa kasus didapati istri yang kasar, tidak menghargai perjuangan suami, sering menolak ajakan hubungan seksual,
ada masalah dengan kesehatan fisik dan mental, tidak memiliki keturunan, namun untuk bercerai, kasihan dengan anak, sehingga Kah-Kuh dianggap jalan “darurat” dari pada berzina.
Namun ada juga pandangan bahwa para pelaku kah-kuh ini tidak “gentlement” tidak berani menghadapi proses. Mendidik keluarganya untuk memahami konsep pernikahan dan keluarga.
Dalam Islam, menikah lebih dari satu (poligami) bukanlah perbuatan dosa ataupun aib yang harus disimpan.
Oleh karena itu, Negara telah mengatur dalam UU perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang bisa dijadikan rujukan.
Bila menikah lagi tidak diatur, tentunya akan merugikan pihak perempuan, khususnya dalam hak kasih sayang dan hak waris termasuk anak yang berkualitas.
Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang perkawinan sudah jelas aturannya bahwa dibolehkan menikah lagi dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dan diputuskan oleh Hakim Pengadilan Agama apakah layak menikah lagi atau tidak.
Dalam menikah bukan hanya masalah sah atau tidak, tetapi tuntunan syariat, adab, akhlak. Menikahlah dengan adab yang mulia, memuliakan perempuan dan tidak hanya menjadikan perempuan objek semata.
Namun juga, kunci utama terjadi nikah siri ini juga ada pada perempuan, bila perempuan memiliki adab dan akhlak yang tinggi, dia tidak akan mau menjadi “istri simpanan” karena tuduhan sebagai pelakor sangatlah menyakitkan.
Untuk itu, bila ada laki-laki yang melamar, hendaklah minta menikah secara resmi, tercatat dan diumumkan agar tidak terjadi fitnah dan kemudharatan.
Pandangan saya, menikah lebih dari satu adalah sesuatu yang mubah, namun harus dilakukan dengan beradab dan mengedepankan tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yaitu dilakukan secara terbuka sehingga bisa mewujudkan keluarga samara.
Kah-kuh bila dibiarkan akan merusakan sendi-sendi ketahanan keluarga. Wallahu’alam.[ind]
Sumber: www.rumahkonseling.online