ChanelMuslim.com- Harmonis itu seimbang, serasi, dan seirama. Hanya bahtera yang seimbang dan serasi yang mampu mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan.
Meraih keluarga harmonis seperti menapaki anak-anak tangga. Semakin banyak anak tangga, semakin landai jalan yang akan dilalui. Sebaliknya, semakin sedikit anak tangga, semakin terjal jalan yang akan didaki.
Semua pasangan suami istri ingin meraih keluarga yang harmonis. Ada ketenangan di situ. Ada kedamaian, ada kebahagiaan, dan ada kesejahteraan.
Sayangnya, banyak orang yang ingin instan. Ingin sesegera mungkin bisa harmonis tapi tidak mau capek menapaki anak-anak tangga. Hasilnya, keharmonisan menjadi sangat semu. Kulitnya saja, tapi dalamnya seperti bara api yang sewaktu-waktu bisa terbakar.
Karena itu, perlu pemahaman dan kesabaran untuk serius menapaki setiap anak tangga, agar anak-anak tangga yang ditapaki itu mampu mengantarkan kita ke puncak kebahagiaan rumah tangga.
Berikut ini di antara anak-anak tangga yang mesti ditapaki dengan sungguh-sungguh. Antara lain.
Kantongku Kantongmu Juga
Masalah keuangan kerap menjadi problem besar suami istri. Agak miris memang, hanya karena kesulitan ekonomi, suami istri bisa bubar di tempat.
Cinta suami istri tentu tidak diniatkan hanya untuk di awal-awal saja. Tapi untuk selamanya, bahkan di alam akhirat sana.
Apa pun yang “mengoyak” keutuhan cinta harus ditempatkan sebagai ujian. Dan jika akhirnya lulus dari ujian, mutu cinta akan jauh lebih baik lagi.
Termasuk ujian itu bernama keuangan. Yang harus dipahami dari ujian ini, siapa pun, suami atau istri, tentu tidak ingin ujian ini mereka alami.
Dengan kata lain, jika hal itu akhirnya terjadi, penyikapannya bukan siapa yang salah dan siapa yang paling bertanggung jawab. Tapi, bagaimana secara bersama-sama bisa keluar dari masalah itu.
Sekali lagi, jangan saling menyalahkan. Selain berupaya untuk mencari jalan keluar, takaran-takaran keseharian pun harus ditata ulang. Tidak normal seperti biasanya. Dan hal ini harus diterima dengan lapang dada.
Dalam suasana prihatin itu, mungkin saja ada aset pribadi yang nilainya lumayan tinggi. Bisa harta warisan dari orang tua, perhiasan “simpanan”, dan lainnya.
Saat itulah ujian susulan pun muncul. Sejauh mana semangat berbagi bisa dimunculkan di saat darurat. Tentu bukan untuk tujuan konsumtif. Melainkan untuk membuka pintu-pintu baru aliran rezeki lain. Seperti untuk modal usaha, dagang, dan lainnya.
Di saat-saat sulit itu, harus dipegang kuat sebuah moto: kantongku, kantongmu juga. Artinya, hartaku ya hartamu juga. Itulah buah cinta yang manis.
Jangan dibalik: kantongmu, kantongku juga. Artinya, ada upaya untuk mengandalkan keuangan keluarga di salah satu pihak saja. Sementara, aset pribadinya tak mau diotak-atik.
Semoga ujian keluarga menjadi sarana kenaikan kelas di sisi Allah subhanahu wata’ala. Bukan justru menjatuhkan posisi yang selama ini telah diperjuangkan. [Mh/bersambung]