ChanelMuslim.com- Hubungan suami istri itu ajaib. Terus-menerus berdua, tapi tidak membosankan. Bahkan selalu ada kejutan.
Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasangan. Dari berpasangan itu ada keseimbangan.
Alam semesta pun Allah ciptakan berpasangan. Tentu dengan sunnatullah atau hukum-hukumnya masing-masing. Dan dengan begitulah alam semesta ini Allah ciptakan dalam keseimbangan.
Kejutan adalah sisi lain dari dinamika sebuah keseimbangan. Dengan kejutan, keseimbangan bergeser dari hukum atau keadaan yang lama menjadi yang baru.
Musibah dan anugerah merupakan kejutan-kejutan yang Allah turunkan agar keseimbangan menjadi dinamis. Dan, tidak membosankan. Antara lain, badai, gempa, berlimpahnya rezeki, dan lainnya.
Begitu pun dalam dunia suami istri. Selalu ada kejutan-kejutan yang menjadikan hubungan sakral itu menjadi tidak membosankan. Antara lain.
Kabar “Kedatangan” Calon Menantu
Pada masanya suami istri akan dikejutkan dengan “kedatangan” calon menantu. Sama terkejutnya, apakah sang menantu wanita atau pria. Dua-duanya memiliki rasa keterkejutan yang nyaris sama.
“Ah, ternyata anakku sudah dewasa. Nggak terasa!” seperti itulah kira-kira ekspresi kejutan itu. Rutinitas suami istri yang hampir sama setiap hari, ternyata sudah berakumulasi dalam bilangan puluhan tahun.
Dari sudut pandang lain, suami istri itu tersadar kalau mereka sudah berusia separuh abad lebih. Ukuran itu diambil dari asumsi usia suami istri yang punya anak di usia lebih dari 25 tahun.
Keduanya seperti mengalami dejavu 25 tahun yang lalu. Ketika itu keduanya sedang berdebar-debar dalam proses menuju pintu status suami istri.
Kalau mereka bijak, segala pengalaman masa lalu itu bisa dijadikan pelajaran untuk kebaikan putera-puteri mereka di momen yang sama.
Antara lain, soal proses yang tidak jelimet, biaya yang murah, dan prosedur yang memudahkan. Bukan sebagai ajang balas dendam karena keduanya juga mengalami proses yang susah dan menyebalkan.
Di sisi lain, inilah ujian keikhlasan keduanya. Betapa tidak? Anak yang dilahirkan, dibesarkan dengan susah payah, dibiayai dengan mahal, dijaga dengan seratus persen kekuatan; kini justru di saat BEP-nya atau balik modal, “pergi” bersama orang lain.
Tentu saja, “kepergian” mereka akan membawa semua aset yang dimiliki. Mulai dari gaji, kecerdasan, kesolehan, cinta, dan lainnya.
Meski begitu, suami istri tetap merasakan kebahagiaan dalam bentuk yang lain. Yaitu, kepuasan hati karena sudah bisa dibilang sebagai orang tua yang relatif berhasil “membesarkan” anak hingga mandiri.
Dari sisi positif yang lain, mungkin saja mereka seolah “kehilangan” anak yang selama ini hidup bersama mereka, tapi sebenarnya anak itu kini menjadi dobel. Satu anak kandung, satunya lagi menantu. Dua-duanya juga sebagai anak dalam satu keluarga besar. [Mh/bersambung]