ChanelMuslim.com- Menikah itu membentuk keluarga baru. Tapi, bagaimana jika keluarga lama tetap ingin bersama yang baru.
Keluarga baru itu biasanya terdiri dari suami dan istri. Dari keduanyalah kelak akan lahir anggota keluarga berikutnya: anak-anak.
Namun, ada kalanya keluarga baru yang terbentuk tidak cuma suami dan istri. Tapi juga ibu. Selain tidak ada lagi suami, ibu lebih memilih tinggal dengan puteranya yang baru beristri.
Jika masing-masing pihak, istri dan ibu, saling memberikan respon positif, perjalanan gabungan keluarga lama dan baru itu mungkin tidak akan memunculkan masalah.
Lain halnya jika respon keduanya saling memberikan sinyal negatif. Tarik-menarik antara istri dan ibu pun boleh jadi tak lagi bisa dihindari. Dan ini menjadi beban berat suami.
Menyiasati Istri dan Ibu
Dari semua peta dilema antara istri dan ibu, satu hal yang mesti dipegang kuat suami. Yaitu, tidak ada ibu yang berniat buruk terhadap anaknya. Begitu pun dengan istri, tidak ada istri yang ingin memisahkan ibu dengan anaknya.
Kalau pun hal itu seolah tampak ada, lebih karena akumulasi masalah yang tak terselesaikan segera. Boleh jadi karena komunikasi tiga pihak yang kurang lancar. Atau, suami yang tidak tegas ingin melangkah ke arah mana.
Walaupun suami sebagai anak dari seorang ibu, jangan lupa, bahwa ia adalah kepala keluarga. Ia harus mampu mengambil keputusan. Bukan menyerahkan kepada ibu atau istri.
Komunikasi antar tiga pihak: suami, istri, dan ibu harus berjalan lancar dan alami. Artinya, tidak menunggu masalah muncul, baru ada komunikasi. Tapi, berjalan sepertinya halnya suami istri berkomunikasi.
Selain itu, komunikasi yang bergulir adalah komunikasi yang setara. Anak dan mantu harus menghormati ide dan argumentasi ibu, begitu pun sebaliknya. Ada saatnya bicara, dan ada saatnya mendengarkan.
Penghormatan terhadap ibu tidak mesti mengiyakan semua pendapatnya. Hal ini karena anak sudah punya “bawahan” yang harus ia aspirasikan keinginannya.
Namun, tidak mengiyakan pendapat ibu bukan juga berarti membantahnya. Ada perbedaan antara tidak setuju dengan membantah.
Tidak setuju adalah mengungkapkan perbedaan pendapat dengan argumentasi yang dianggap paling tepat. Sementara membantah lebih karena melecehkan atau merendahkan tanpa argumentasi yang baik.
Jika arus komunikasi tiga pihak ini berjalan setara, ibu akan menyadari bahwa ia bukan lagi kepala rumah tangga seperti dulu. Dan tidak disetujui pendapatnya adalah demi kebaikan bersama. Bukan merendahkan atau melecehkan ibu.
Dua sisi yang harus sama-sama saling memahami. Ibu memahami bahwa ia tinggal bersama keluarga anaknya. Bukan keluarga anaknya tinggal dengannya.
Dan istri juga memahami bahwa ibu adalah sosok yang harus selalu dihormati. Ibu suami adalah juga ibunya sendiri.
Tidak ada rumah tangga yang tanpa masalah. Tapi sebaik-baik rumah tangga yang sedang bermasalah adalah yang terus berproses menuju solusinya. [Mh]