ChanelMuslim.com- Istri orang Indonesia pahalanya besar. Ia sebagai istri, sebagai ibu, sebagai pengurus rumah, sekaligus sebagai pencari nafkah.
Indonesia termasuk negara yang unik. Salah satunya dari fungsi ganda seorang istri. Ia berfungsi sebagai istri, sebagai ibu, sebagai pengurus rumah, dan sekaligus sebagai pencari nafkah. Bahkan, juga sebagai aktivis.
Keunikan ini terlihat jika di bandingkan dengan negara-negara muslim lain. Baik negara kaya seperti Arab Saudi, Kuwait, UEA, Brunei, Malaysia, dan lainnya. Maupun, negara-negara ekonomi biasa saja seperti Pakistan, India, Afghanistan, dan lainnya.
Di hampir semua negara muslim itu, istri umumnya hanya sebagai pengelola rumah. Ia sebagai istri, ibu, dan pengurus rumah. Itu saja.
Mereka tidak dibebankan sebagai pencari nafkah. Urusan pendapatan rumah tangga, seratus persen tanggung jawab suami. Kalau ada halangan, akan menjadi tanggungan negara atau lembaga sosial.
Jangan heran jika istilah TKI hanya khas milik orang Indonesia. Bukan soal huruf I-nya yang berarti Indonesia. Tapi, hanya muslim Indonesia yang tega mengekspor para istrinya untuk bekerja di rumah-rumah warga negara lain.
Memang ada negara lain seperti Filipina atau negara Asia lain yang juga berprofesi seperti TKI. Tapi, mereka bukan warga muslim. Dan profesi mereka pun sebagian besar bukan sebagai pembantu rumah tangga. Melainkan, sebagai tenaga profesional seperti perawat, pendidik, dan lainnya.
Bayangkan, bagaimana mungkin seorang suami bisa tega membiarkan istrinya tinggal di rumah orang asing. Tidur di sana. Makan di sana. Dan segala urusan pribadi juga di sana. Lokasinya pun di seberang lautan sana.
Para istri itu tinggal di rumah orang asing selama 24 jam penuh. Bukan untuk satu atau dua malam saja. Melainkan, untuk waktu tahunan.
Dalam urusan sederhana pun, para istri di Indonesia agak unik di banding negara-negara muslim tersebut. Silakan lihat suasana pasar. Ada pemandangan kontras. Yang belanja sebagian besar wanita, sementara penjualnya laki-laki.
Pemandangan ini jarang terjadi di negara-negara muslim lainnya. Umumnya yang belanja adalah para suami. Dan penjualnya pun laki-laki. Para wanitanya lebih fokus dengan urusan rumah dan keluarga.
Yang jadi pertanyaan, kalau para wanitanya ikutan sibuk di luar rumah untuk mencari nafkah, para suami pun tidak di rumah; siapa yang mengurus rumah dan mengasuh anak? Jawaban dalam fakta menyatakan, ya para istri juga.
Sebelum berangkat, para istri sudah siap dengan makanan keluarga, bersih-bersih rumah, dan lainnya. Dan saat sore tiba di rumah pun, para istri juga yang kembali dengan kesibukan seperti di pagi harinya.
Dengan keadaan massif ini, tidak heran jika kompilasi hukum Islam di Indonesia agak berbeda dengan negara muslim lainnya. Terutama, dalam soal hak waris istri. Karena keunikan tugas istri Indonesia itu, kompilasi hukum Islam Indonesia mewariskan untuk istri sebesar separuh harta suami. Bukan seperdelapan seperti ketentuan syariah Islam.
Hal ini memang memunculkan kontroversi di kalangan pakar. Tapi, hukum itu sudah berlaku lama.
Sudut Pandang Positif
Kalau ingin meluruskan “penderitaan” para istri di Indonesia memang bukan jalan yang gampang. Sulit. Dan bahkan hampir tidak mungkin.
Banyak faktor yang menjadi keterlanjuran itu. Mulai dari ekonomi nasional, hingga soal budaya. Sejatinya, negara harus mensubsidi kebutuhan pokok rakyatnya. Bahkan mestinya ada jaminan sosial kesejahteraan.
Selain itu, tidak sedikit para suami yang kehilangan pekerjaan. Kalau pun ada pendapatan, jumlahnya jauh dari memadai. Yang miris, saat ini justru para suami bersaing ketat dengan para istri di kesempatan lapangan kerja.
Hal lain adalah soal budaya. Sudah menjadi hal lumrah, wanita-wanita juga sibuk di urusan bisnis. Levelnya bahkan bukan lagi pada soal keterlanjuran dan keterpaksaan. Tapi sudah menjadi gaya hidup, bahkan gengsi.
Pandangan yang agak sinis ini baiknya tidak lagi menjadi pertentangan. Silakan saja wanita sibuk di luar rumah, asal masih dalam ruang lingkup kodrat wanitanya. Seperti sebagai tenaga kesehatan, pendidik, busana, kuliner, dan lainnya.
Ambil sisi positifnya saja. Yaitu, bersyukurlah kaum istri di Indonesia. Karena peluang pahalanya jauh lebih besar dari para pria. Selama, aktivitasnya masih dalam bingkai syariah yang diperbolehkan. [Mh]