ChanelMuslim.com- ChanelMuslim.com- Suami istri itu manusia. Keduanya tidak punya antena yang bisa disetel satu frekuensi. Jadi, wajar saja jika suami istri mengalami beda sinyal.
Kalau mau melihat dua manusia dalam satu hati, lihatlah suami istri yang selalu harmonis. Seolah keduanya berada dalam satu ide, satu rasa, satu langkah, dan satu selera.
Namun, tidak semua yang terikat itu menyatu seperti di atas. Banyak sebab hal itu bisa terjadi. Mungkin karena ikatannya yang perlu dikencangkan. Mungkin juga karena keduanya sama-sama manusia yang kadang “dinamis”, atau berpotensi berubah tergantung lingkungan.
Sejauh mana beda sinyal itu bisa terjadi? Sejauh dinamika lingkungankah, sejauh karena orangnyakah, atau sebab lain.
Boleh Jadi, Ada Dua Titik Visi yang Berbeda
Yang mesti menyatu dalam ikatan suami istri bukan hanya soal tempat tinggal. Bukan juga soal keberadaan fisik yang selalu berdua. Bukan juga soal anggaran belanja. Tapi juga soal visi.
Visi adalah arah kemana seseorang melangkah. Dalam kaitan dengan rumah tangga, visi merupakan wujud akhir dari sebuah keluarga yang diinginkan. Karena itulah, kesatuan visi suami istri jauh lebih penting dari hal lain.
Visi ini tidak muncul begitu saja secara spontan. Visi merupakan akumulasi dari pemahaman yang utuh tentang suatu hal. Khususnya dalam hal berkeluarga.
Sebagai sebuah akumulasi, visi terasah dari tumbuhnya idealisme. Semakin bagus idealisme, semakin kongkrit visi yang terlihat.
Contoh, visi berkeluarga ‘baiti jannati’. Visinya begitu sederhana, tapi memiliki nilai yang luar biasa. Rumahku surgaku menunjukkan bahwa rumah atau keluarga yang diinginkan adalah rumah yang diisi dengan kegiatan-kegiatan menuju surga. Sehingga, suasana rumah pun seperti ruang lobi surga.
Di surga tidak ada keburukan. Baik hal itu berupa sifat pribadi: iri, dengki, dusta, marah, kikir, sombong, dan tentu saja tidak menyekutukan Allah. Maupun perilaku bersama keluarga, yaitu suasana rumah yang diinginkan, pendidikan yang diperjuangkan, ekonomi yang ditumbuhkembangkan, dan lainnya.
Karena itu, jangan asal pilih calon pasangan. Jangan berhenti hanya pada casing saja, atau tampilan luar: baik bentuk fisik, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, maupun jumlah penghasilan dan tabungan.
Kalau asal pilih, bukan sekadar beda visi yang mungkin timbul di kemudian hari. Melainkan juga visi yang berlawanan. Inilah yang paling berat untuk menjadikan ikatan suami bisa tetap langgeng.
Jadi, apalah artinya wajah yang ganteng atau cantik, pendidikan yang “menjanjikan”, harta yang menggiurkan, jika yang terjadi selalu beda sinyal di setiap keseharian rumah tangga.
Contoh, yang satu ingin mengisi hari libur dengan menghadiri kajian Islam. Yang satunya lagi ingin berwisata ria. Yang satu ingin suasana rumah diisi dengan suara tilawah Al-Qur’an, yang satunya lagi ingin selalu ada suara musik.
Yang satu ingin agar anaknya bisa menjadi seorang ulama. Yang satunya lagi ingin agar anaknya menjadi artis atau bintang sepakbola. Itulah sebuah konflik visi yang sulit dipersatukan.
Jadi, mumpung belum melangkah untuk menikah, atau belum terlalu jauh menjalin rumah tangga; segeralah untuk menyatukan visi. Mau seperti apa rumah kita di masa datang.
Jangan sampai perbedaan visi menjadi beda sinyal suami istri. Bahkan lebih parah lagi, bisa menjadi ajang adu kuat sinyal. [Mh]