ChanelMuslim.com- Pernikahan itu menyatukan dua keluarga. Saling kenal dan memahami menjadi dasar agar yang menyatu tidak merenggang.
Indonesia tergolong bangsa yang unik. Keragamannya bisa dibilang super. Ada begitu banyak suku, bahasa daerah, budaya, dan selera.
Dalam perbedaan itu, pernikahan salah satu sarana yang mampu menyatukan yang sebelumnya berbeda. Berbeda dalam suku, bahasa, termasuk juga selera. Tentunya, bukan berbeda agama.
Jodoh itu Tidak Mengenal KTP
Jodoh itu bukan seperti zona sekolah. Bukan juga kepesertaan Pilkada. Jodoh itu seperti benih di media tanah dan air. Di mana pun ia bertemu, akan ada kehidupan baru. Tak peduli ia berasal dari tanah apa dan air mana.
Sebagian orang mungkin meyakini bahwa jodoh bisa direkayasa. Artinya, bisa diatur dan ditentukan. Kalau orang dari suku atau daerah A jodohnya dibatasi dari suku dan daerah A saja.
Mereka beralasan, agar tidak terjadi kesenjangan budaya antar dua keluarga. Baik kesenjangan dalam acara nikah dan walimahannya, maupun dalam interaksi suami istri selanjutnya.
Ada juga alasan lain. Kalau dua keluarga dari suku yang sama disatukan, prosesnya kan tidak terlalu jelimet. Syukur-syukur masih ada hubungan keluarga besar.
Dengan begitu, tidak perlu lagi berbeda pendapat mau menggunakan acara adat mana saat acara walimahan. Dan seterusnya. Semuanya menjadi terasa simpel.
Namun, alasan-alasan ini hanya menghitung dari sisi praktisnya saja. Kecuali jika ada anggapan bahwa suku ini yang baik, maka jangan jodohkan dengan suku yang lain.
Jika alasannya lebih karena fanatisme suku atau daerah, rasanya akan bertabrakan dengan akhlak Islam. Bahwa, suku dan bangsa itu tidak menentukan derajat seseorang di sisi Allah. Derajat itu ditentukan oleh takwanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun sudah mencontohkan. Istri-istrinya tidak selalu berasal dari suku Quraisy seperti dirinya. Mereka berasal dari suku yang berbeda dengan Nabi. Bahkan ada yang berasal dari keturunan Yahudi.
Bahkan boleh jadi, pembatasan jodoh pada daerah atau suku tertentu juga bertabrakan dengan perkembangan zaman.
Saat ini, jarak antar provinsi, pulau, bahkan negara menjadi terasa dekat. Orang Jakarta mungkin bisa berseloroh, “Lebih cepat ke Singapura daripada ke Parung!”
Ungkapan ini mungkin ada benarnya jika dihitung dari segi akses dan waktu tempuh. Ke Singapura mungkin menghabiskan waktu tiga jam. Tapi ke Parung, bisa enam jam. Macet!
Belum lagi dengan perkembangan sosial media. Jarak dan wilayah menjadi tak lagi diperhitungkan. Hanya sentuh layar, orang dari mana pun bisa menjadi sangat dekat. Tak ada batas daerah, pulau, negara, bahkan benua.
Boleh jadi, semangat membatasi jodoh berdasarkan daerah dan suku sudah tidak lagi menarik untuk diperhitungkan. Orang tua mungkin saja menginginkan hal itu. Tapi anak-anaknya, bisa jadi akan berbeda pandangan.
Jangan sampai anak-anak akan mengatakan, “Yang mau berjodohan orang tuanya atau anaknya?” [Mh/bersambung]