ChanelMuslim.com – Wara, Meninggalkan yang Meragukan ditulis oleh Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal. Pernah mendengar kata wara’?
Di antara maksud wara’ adalah memilih yang yakin dan meninggalkan yang ragu-ragu.
Para ulama menyatakan bahwa wara’ adalah bagian dari ushul dan pokok agama kita. Di antara bentuk wara’ adalah meninggalkan hal yang meragukan.
Sebagaimana ada hadits dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia menghafalkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perkataan berikut,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ ، وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
“Tinggalkanlah segala yang meragukanmu dan ambillah yang tidak meragukanmu. Kejujuran akan mendatangkan ketenangan. Kedustaan akan mendatangkan kegelisahan.”
(HR. Tirmidzi, no. 2518. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir (3: 529) menyatakan bahwa yang dimaksud, tinggalkanlah yang meragukan, ragu apakah itu baik ataukah jelek, ragu apakah itu halal atau haram, pilihlah yang tidak meragukan yaitu yang diyakini baik dan halalnya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fath Al-Bari (4: 343) menyatakan makna hadits yaitu jika engkau ragu pada sesuatu, maka tinggalkanlah.
Meninggalkan perkara yang masih ragu seperti ini termasuk dalam masalah wara’ yang cukup penting.
Baca Juga: Salman, Seorang Zuhud Putera Persi
Wara, Meninggalkan yang Meragukan
Seorang yang dikenal zuhud, Abu ‘Abdurrahman Al-‘Umari rahimahullah mengungkapkan bahwa seseorang disebut wara’ jika ia meninggalkan yang meragukannya dan ia pilih yang yakin yang tidak meragukannya.
Hasan bin Abi Sinan rahimahullah menyatakan bahwa tidak ada yang lebih ringan dari wara’, yaitu jika ada sesuatu yang meragukan, maka tinggalkanlah.
Al-Baghawi rahimahullah menyatakan bahwa perkara syubhat itu ada dua macam. Macam pertama, tidak diketahui dasar halal atau haramnya.
Dalam hal ini, bersikap wara’ yaitu meninggalkannya. Macam kedua, jika mengetahui dasar halal dan haramnya, maka ia harus berpegang teguh pada hukum asal tersebut.
Mengambil hukum tersebut tentu berdasarkan ilmu yang yakin.
Demikian penjelasan yang kami ringkaskan dari Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 2: 23.
Semoga bermanfaat.[ind]
Sumber: Rumaysho.com