PERILAKU homoseksual yang semakin merebak di tanah air dan kampanye normalisasi sebagai pembenaran perilaku mereka berdengung di jagat media sosial. Banyak yang pada akhirnya mentoleransi perilaku tersebut karena alasan hak asasi manusia. Nilai baik dan buruk diukur dari sudut pandang manusia yang beragam.
Di negara yang mayoritas muslim ini seharusnya al-Quran sebagai rujukan utama untuk menilai baik buruk suatu hal. Setidaknya ada tujuh surah al-Quran yang menunjukkan secara tegas larangan perilaku homoseksual:
Baca Juga: Pasal Homoseksual Harus Berlaku Bagi Orang Dewasa
Tujuh Surah Al-Quran yang Menunjukkan Secara Tegas Larangan Homoseksual
1. Al-Qamar 33-39:
Ayat-ayat ini menceritakan bahwa kaum Nabi Luth membangkang dan mendustakan dari perintahnya hingga Allah mengazab mereka. Pada ayat 37 sampai 39 ada kata azab, ini menunjukkan bahwa perilaku kaum Luth ini telah dilarang oleh agama.
2. Al-A’raf 80-81:
Ayat-ayat ini menceritakan bahwa perilaku sodomi pertama kali terjadi di zaman kaum Nabi Luth dengan mengatakan bahwa homoseksual yang dilakukan kaumnya adalah perilaku yang melampaui batas.
3. Asy-Syu’ara 161-173:
Ayat-ayat ini mengungkapkan percakapan antara Nabi Luth dan kaumnya. Nabi Luth mengatakan bahwa ia membenci perbuatan kaumnya, yang memiliki hasrat seksual kepada laki-laki (homoseksual) dibanding kepada perempuan.
Namun kaumnya justru mengacam untuk mengusir Nabi Luth jika ia masih tetap melarang perilaku homoseksual yang mereka lakukan.
4. An-Naml 54-58
Mereka yang melakukan perbuatan liwath (homoseksual) adalah orang-orang yang bodoh. Bukan berarti mereka tidak mengerti akibat dan buruknya perilaku ini namun pada hakikatnya para pelaku liwath adalah orang-orang yang tidak memedulikan pikirannya dan menentang nuraninya.
5. Hud ayat 77-83
Allah menyatakan bahwa betapa Nabi Luth cukup sabar untuk mendidik kaumnya. Nabi Luth tidak serta merta mengancam mereka dengan azab, namun ia mengajak kaumnya untuk kembali kepada fitrah.
Ia masih sempat menawarkan mereka untuk mendatangi putri-putrinya “Wahai kaumku, inilah putri-putriku. Mereka lebih suci bagimu (untuk dinikahi).”
Ulama tafsir menafsikan putri-putri yang dimaksud adalah masyarakatnya yang perempuan, ada pula yang mengatakan anak-anak perempuannya sendiri.
Disini Nabi luth masih berupaya untuk menyadarkan mereka. Namun ajakan Nabi Luth ini ditanggapi dengan perkataan, “Sungguh, engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami inginkan.”
Setelah ditawari putri-putri yang suci itu mereka justru menolak dan merekapun ditimpa azab.
6. Al-Anbiya’ 74
Allah menyelamatkan Nabi Luth dan pengikutnya dari azab yang ditimpakan kepada pelaku homoseksual.
7. Al-Ankabut 28-30
Sebagaimana pada surah Al-A’raf, Allah menceritakan bahwa perilaku menyimpang homoseksual ini baru terjadi di zaman Nabi Luth. Kaum Luth menantang Nabi Luth untuk mendatangkan azab kepada mereka jika memang apa yang dikatakan Nabi Luth adalah benar.
“Datangkanlah kepada kami azab Allah jika engkau termasuk orang-orang benar!” tantang mereka. Lalu Nabi Luth pun berdoa kepada Allah, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.”
Demikianlah al-Quran secara tegas melarang perilaku homoseksual. Larangan perilaku ini tidak hanya ada pada teks-teks agama.
Seorang guru Ushul Fiqih di pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bangil, Ustaz Ahsin Lathif, mengatakan bahwa perilaku homoseksual termasuk juga larangan yang bersifat hissi yaitu larangan yang bisa kita rasakan.
Maksudnya, larangan yang meskipun tidak disandarkan pada agama, seseorang akan tahu bahwa sesuatu itu telah dilarang. Hal ini karena bertentangan dengan norma kesusilaan, sosial, dan hukum.
Manusia dibekali akal oleh Allah, namun tidak disertai dengan ajaran samawi maka cenderung berpikir untuk kepentingan pribadinya meskipun bertentangan dengan norma-norma tersebut.
Maka akal bukan sumber untuk menentukan baik dan buruk suatu hal, tapi akal adalah sarana untuk mengerti sesuatu dan memahami sesuatu.
Salah satu Ulama ushul mengatakan, “Akal adalah alat untuk memahami sesuatu dan mengetahui sesuatu.”
Sesuatu yang baik adalah yang bersumber dari agama. Sebaliknya, sesuatu yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Karena itu, akal bukan sumber kebenaran.
Kebenaran hanyalah datang dari ajaran Allah yang disampaikan oleh utusan-Nya, Nabi Muhammad shallahu’alaihi wa sallam.[Ln]
Oleh: Amalina Rakhmani