USTAZ Iman Santoso, Lc. menjelaskan keutamaan puasa yang dinukil dari Hadits Qudsi. Allah Ta’ala berfirman dalam Hadits Qudsi:
الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ،
“Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang membalasnya” (HR Bukhari dan Muslim)
Sesuai Hadits Qudsi di atas, disebutkan dalam kitab Masalik Syarh Muwatho Imam Malik oleh Al-Qadhi, Muhammad bin Abdullah Abu Bakar bin Al-Araby Al-Maliky 240/4, memiliki tujuh makna, yaitu:
Pertama, segala sesuatu yang dinisbatkan dan diidzofahkan (disandarkan) kepada Allah Subhanahu wa taala itu berarti kemuliaan dan pengkhususan seperti baitullah pada ka’bah dan masjid-masjid-Nya, yang menunjukkan lebih mulia dari tempat lain.
Kedua, tidak ada yang tahu satupun kecuali Allah, ibadah selain puasa bisa dilihat oleh orang lain, kalau orang tidak melihatnya, maka malaikat melihat.
Sementara puasa apa yang diniatkan tidak diketahui malaikat dan manusia.
Ketiga, bahwa puasa adalah sifat Allah, karena Allah tidak makan dan minum, dan itu di antara keutamaan puasa dari ibadah lain.
Ketika hamba berpuasa, maka dia dalam kondisi mencontoh sifat Allah yang tidak ada pada amal ibadah anggota badan yang lain selain puasa.
baca juga: 9 Hal yang bisa Membatalkan Puasa
Tujuh Keutamaan Puasa
Keempat, bahwa puasa untuk-Ku, artinya bahwa puasa itu merupakan sifat malaikat-Ku.
Ketika hamba Allah berpuasa maka itu seperti kondisi malaikat yang berdzikir dan tidak makan, beribadah dan tidak menyalurkan syahwatnya.
Kelima, bahwa puasa untuk-Ku, artinya bahwa ibadah yang lain, Allah sampaikan nilai pahalanya, hanya puasa Allah saja yang mengetahuinya dan kualitasnya.
Keenam, puasa untuk-Ku, artinya mengalahkan musuh Allah yaitu setan, karena setan menggoda manusia melalui jalan syahwat, Allah Subhanahu wa taala menjaganya dari godaan syaithan.
Ketika manusia mengendalikan syahwat, maka tidak ada jalan setan menguasai manusia.
Ketujuh, diriwayatkan bahwa ketika hamba Allah di hari Kiamat datang dengan kebaikannya. Kemudian dia juga pernah memukul seseorang, mencaci seseorang dan mengambil harta seseorang.
Maka kebaikannya habis untuk membayar kesalahan tersebut. Kecuali puasa, Allah berfirman, “Tidak ada jalan bagimu untuk mengambil pahala puasa”.[ind]