TAUBATNYA orang-orang yang tidak ikut berjuang dalam surat At Taubah dijelaskan oleh Ustaz K.H. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc.
Taubat tiga orang yang tidak ikut berjuang.
وَّعَلَى الثَّلٰثَةِ الَّذِيْنَ خُلِّفُوْا ۗ حَتّٰۤى اِذَا ضَا قَتْ عَلَيْهِمُ الْاَ رْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَا قَتْ عَلَيْهِمْ اَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوْۤا اَنْ لَّا مَلْجَاَ مِنَ اللّٰهِ اِلَّاۤ اِلَيْهِ ۗ ثُمَّ تَا بَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوْبُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ هُوَ التَّوَّا بُ الرَّحِيْمُ
“dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan. Hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal Bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah (pula terasa) sempit bagi mereka serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksaan) Allah, melainkan kepada-Nya saja,
kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 118)
Tiga orang sahabat yang dimaksud adalah Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’ dan Hilal bin Umayah.
Mereka tidak ikut berangkat berjuang karena malas hingga mendapat hukuman berat dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan masyarakat Madinah.
Baca Juga: Taubatnya Orang-orang Munafik dalam Surat At-Taubah
Taubatnya Orang-orang yang Tidak Ikut Berjuang dalam Surat At Taubah
Allah mengabadikan peristiwa ini di dalam al-Quran karena ada banyak pelajaran yang perlu direnungkan oleh kaum muslimin sepanjang zaman.
Di antara pelajaran itu, bahwa dalam kamus perjuangan Islam tidak ada kata “istirahat” apalagi mangkir karena malas atau kesibukan duniawi lainnya.
Hanya orang-orang munafiq yang mencari-cari alasan dusta, seperti sibuk bisnis dan lainnya (QS. al-Fath: 11).
Pelajaran lainnya, apabila seseorang tidak bersegera melakukan amal saleh dan merespon panggilan Allah dan Rasul-Nya maka dikhawatirkan terhalangi dari amal saleh tersebut, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut:
وَنُقَلِّبُ اَفْــئِدَتَهُمْ وَاَ بْصَا رَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوْا بِهٖۤ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّنَذَرُهُمْ فِيْ طُغْيَا نِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan.” (QS. Al-An’am: 110)
Respon cepat sejak awal terhadap seruan al-Quran bisa menghindarkan seseorang dari pemalingan hati dan penglihatan serta kebingunan yang merupakan hukuman Allah akibat tidak merespon sejak awal.
Bila seseorang mengetahui kebenaran tetapi tidak mau menerimanya dan tidak mau tunduk kepadanya sejak awal maka sikap tersebut bisa membuatnya terhalangi dari kebenaran yang diketahuinya tersebut.
Sebagaimana apabila seseorang tidak bisa bersabar menghadapi musibah pada detik pertama musibah itu menimpa maka dia terhalang dari pahalanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
“Sesungguhnya sabar itu pada kesempatan pertama (saat datang mushibah)”. (Shahih Bukhari 1203)
Pelajaran lain bisa kita petik dari sikap tiga sahabat mulia yang bersabar menerima hukuman hingga taubat mereka diterima Allah.
Mereka tidak melakukan perlawanan terhadap sanksi yang diberikan, tetapi dengan rendah hati mengakui kesalahan dan bertaubat.
Sikap ketiga sahabat mulia ini patut menjadi pelajaran penting bagi orang-orang beriman.
Bagaimana mengkapitalisasi kesalahan menjadi peluang untuk memperbaiki diri -dengan mengakui kesalahan, bertaubat dan berkomitmen untuk meningkatkan diri- sehingga melaui peningkatan diri tersebut mereka mencapai derajat tinggi di sisi Allah.
Melalui peristiwa ini, Ka’ab bin Malik radhiyallahu anhu dan kedua sahabatnya mendapat penegasan dan pengakuan langsung dari langit bahwa taubat mereka diterima.
Ini merupakan derajat yang tinggi di sisi Allah. Setelah penerimaan taubat itu Ka’ab bin Malik langsung meningkatkan dirinya dengan menyatakan di hadapan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah, sebagai tanda taubatku, aku menyerahkan seluruh harta bendaku kepada Allah dan Rasul-Nya…
Wahai Rasulullah, Allah telah menyelamatkan diriku karena aku berkata jujur. Setelah itu, aku bertaubat. Selama sisa umurku, aku tidak akan berkata selain yang benar”.
Ini contoh nyata bagaimana taubat bisa meningkatkan kepribadian seseorang dan meninggikan derajatnya di sisi Allah dan manusia.[ind]