LEVEL iqra’ (membaca) pertama bisa diartikan membaca fisik Al-Qur’an yang terdiri atas kumpulan huruf-huruf Hijaiyah. Dalam tradisi Islam diidealkan setiap muslim atau muslimah dapat membaca Al-Qur’an.
Membaca Al-Quran, khususnya surah Al-Fatihah merupakan suatu keharusan di dalam shalat. Surah ini wajib dibaca di dalam shalat lima waktu dalam setiap rakaat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca pembuka al-Kitab (surah al-Fatihah)” (H.R. at-Turmudzi)
Level iqra’ pertama penekanannya masih lebih kepada kesadaran sensorial, yaitu membaca huruf demi huruf dan kata demi kata Al-Qur’an.
Membaca Al-Quran diyakini mendapatkan pahala bagi para pembacanya meskipun belum tahu artinya. Iqra’ pertama masih disebut kesadaran sensorial karena masih fokus kepada kemahiran bagaimana membaca Al-Qur’an.
Baca Juga: Mengajarkan Membaca Sejak Bayi Dapat Merangsang Kecerdasannya
Mengenal Level Iqra Pertama: Kesadaran Sensorial
Meskipun tidak dipahami arti dan maksudnya perintah membaca Al-Qur’an sudah menyentak masyarakat saat itu yang pada umumnya masih buta huruf. Seperti kita tahu bahwa zaman itu masih sering disebut sebagai zaman Jahiliyah.
Disebut zaman Jahiliyah karena membicarakan nilai-nilai kebenaran masih tetap domain-nya gereja yang berkolaborasi dengan Kaisar atau Raja.
Seseorang sangat hati-hati membaca saat itu karena salah sedikit nyawanya bisa melayang jika temuannya terbukti bertentangan atau tidak sejalan dengan pendapat gereja.
Lesunya tradisi intelektual dunia saat lahirnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memprihatinkan.
Setiap enam abad perjalanan anak manusia selalu terjadi pergumulan antara ilmu pengetahuan dan agama.
Periode pertama yaitu pada Abad VI SM sampai abad I M, ditandai dengan kemenangan ilmu pengetahuan dan tenggelamnya agama. Dalam periode ini ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh filsafat Yunani yang amat tersohor seperti Tales, Pytagoras, Aristoteles, Plato, dan lainnya.
Periode kedua, abad 1M-VI M kemenangan agama dan tenggelamnya ilmu pengetahuan. Periode ini ditandai dengan merosotnya pengaruh dan popularitas filosof dan menguatnya peran penguasa yang berkoalisi dengan pemimpin gereja.
Pada periode ini, orang-orang tidak berani berfikir dan mengkají ilmu pengetahuan, karena bisa saja berarti malapetaka baginya, terutama jika teori dan hasil pemikirannya berbeda apalagi bertentangan dengan pendapat istana dan gereja.
Akibatnya, muncullah zaman kegelapan dan kebodohan (jâhiliyyah). Periode jahiliyah inilah yang menjadi background lahirnya agama Islam. Dari sini dapat dipahami mengapa Iqra’ menjadi starting point
ajaran Islam.
Periode ketiga, bersandingnya agama dan ilmu pengetahuan. Periode ini diawali dengan lahirnya Nabi Muhammad (abad VIM) sampai abad kebangkitan Eropa (abad XIII M).
Periode ini diawali dengan abad kegelapan Kristen Eropa sebagai akibat dominannya Raja yang mengambil alih otoritas gereja.
Figur Nabi Muhammad menjadi central factor dalam periode ini. Ia mendapatkan direction berupa perpaduan antara ilmu pengetahuan dan agama, yang disimbolkan dalam lqra bismi rabbik! (Bacalah dengan membaca
nama Tuhanmu).
Iqra’ simbol ilmu pengetahuan dan bismirabbik sebagal simbol agama. Iqra tanpa bismi rabbik atau bismi rabbik tanpa iqra terbukti tidak mengangkat martabat manusia dan .kemanusiaan.
Periode keempat, diawali dengan melemahnya pusat-pusat abad ke XIII. Periode kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa ini ditandai dengan kebangkitan Hellenisme jilid II di Barat yang begitu cepat. Kedudukan agama pada periode ini mengalami stagnan.
Satu per satu dunia Islam takluk di bawah kekuasaan penjajah Barat. Dunia Barat hanya mengembangkan sains dan teknologı tetapi melupakan agama sebagal pembimbingnya.
Inilah mereka, merampas kekayaan intelektual dunia Islam, tetapi meninggalkan agama sebagai pembimbingnya. Mereka baru sadar setelah bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki. Ternyata benar bahwa iqra tanpa bismi Rabbik adalah malapetaka kemanusiaan.
Periode kelima, ditandai dengan kejenuhan manusia memuja pikirannya sendiri. Akhirnya,muncul berbagai gerakan dan filsafat yang bertema kemanusiaan, seperti gerakan posmodernisme, new age, dan gerakan humanisme lainnya. Pada akhirnya manusia tidak akan pernah mungkin melepaskan diri dari agama.
Persoalannya ialah, agama mana yang dapat membimbing ilmu pengetahuan modern? Agama yang tidak sejalan dengan ilmu pengetahun tidak punya tempat di masa depan.
Peluang besar agama Islam untuk menjadi pemandu masyarakat modern karena doktrinnya tidak bertentangan dengan prinsip sains.
Atas dasar kenyataan ini maka Allah subhanahu wa ta’ala menyentak manusia dengan perintah lqra (Bacalah!) dalam ayat pertama. Tidak lama setelah itu disusul sumpah Tuhan pertama dalam Al-Quran yaitu,
نۤۚ وَٱلۡقَلَمِ وَمَا یَسۡطُرُونَ
“Nun. Demi kalam dan apa yang mereka tulis.” (QS al-Qalam [68]: 1)
Ayat pertama turun perintah membaca dan sumpah pertama dalam Al-Qur’an ialah Demi Pena dan apa yang mereka tulis. Kedua-duanya menjadi simbol pengembangan ilmu pengetahun.
Seolah-olah Allahsubhanahu wa ta’ala menyaratkan segala bentuk kemajuan peradaban dan kemanusiaan syaratnya adalah ilmu pengetahuan. Namun dalam Al-Quran tidak cukup hanya dengan membaca, tetapi juga masih ada tingkatan iqra’ kedua.
Bersambung.
Wallahu A’lam Bishshowab
Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I