ChanelMuslim.com – Jima atau hubungan suami istri dapat bernilai pahala. Aktivitas fisik tersebut juga akan bernilai pahala jika dilakukan dengan sadar untuk saling bersedekah kebahagiaan satu sama lain.
Pernikahan jika diniatkan ibadah akan bernilai pahala, maka seluruh aktivitas yang dilakukan suami istri tentunya juga akan bernilai pahala, termasuk dengan jima atau berhubungan badan suami istri.
Sebagaimana hadist Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam yang mengabarkan mengenai hal di atas:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ
بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershodaqaoh?
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh“.
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim no. 2376)
Pada kalimat terakhir dari Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, Rasulullah menyebutkan, “Dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh”.
Para sahabat pun heran sampai menanyakan, apakah hanya dengan menumpahkan syahwat, itu bisa jadi sedekah dan berbuah pahala.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam– pun menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.”
Jima, Sedekah Bernilai Pahala
Ibnu Rajab membagi sedekah dengan selain harta itu menjadi dua macam:
1- Sedekah dengan berbuat baik pada orang lain
Maka ini adalah sedekah terhadap orang yang ditujukan kebaikan tersebut. Bahkan bisa jadi sedekah seperti ini lebih utama dari sedekah dengan harta.
Contohnya: mengajak pada kebaikan, melarang dari kemungkaran, bentuk mengajak taat pada Allah ini lebih baik bermanfaat dari harta.
Contoh lainnya: mengajarkan ilmu yang bermanfaat, menghilangkan gangguan dari jalanan, memberikan hal yang bermanfaat bagi orang banyak, tidak mengganggu kaum muslimin, dan do’a kebaikan dan ampunan untuk kaum muslimin.
Ibnu ‘Umar berkata,
مَنْ كانَ له مالٌ ، فليتصدَّق من ماله ، ومن كان له قوَّةٌ ، فليتصدَّق من قوَّته ، ومن كان له عِلمٌ ، فليتصدَّق من عِلْمِه
“Barangsiapa memiliki harta, maka bersedekahlah dengan hartanya. Barangsiapa yang punya kekuatan, maka bersedekahlah dengan kekuatannya. Barangsiapa yang memiliki ilmu, maka bersedekahlah dengan ilmunya.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 59)
2- Sedekah yang hanya bermanfaat bagi si pelaku
Seperti macam-macam dzikir, yaitu takbir, tasbih, tahmid, tahlil dan istighfar. Begitu pula yang bernilai sedekah adalah berjalan ke masjid.
Kalau kita melihat dari pembagian Ibnu Rajab ini, maka hubungan suami istri masuk pada jenis yang pertama.
Kalau kita lihat dari beberapa hadits, mendapatkan pahala di sini didapat ketika diniatkan untuk ibadah.
Bentuk niatan tersebut bisa jadi ingin mencari keturunan. Karena dari keturunan kita bisa mendapatkan pahala dengan mendidik dan membina mereka ketika kita masih hidup.
Baca Juga: Manfaat Jima’ bagi Kesehatan Suami Istri
Juga kita bisa mendapatkan pahala ketika telah meninggal dunia dari kebaikan anak-anak kita yang sholih. Dari sisi inilah, niatan hubungan intim bernilai pahala, jadi bukan hanya menumpahkan hasrat syahwat semata.
Pembahasan di atas adalah faedah dari pembahasan Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hadits ke-25, 2: 56-70.
Semoga Allah memudahkan kita menjadi pribadi yang senantiasa saling menyemangati dalam ketaatan dan menjadikan jima’ sebagai salah satu surga dunia yang diberikan Allah kepada umat manusia.
Tapi tetap berjimaklah sesuai aturan Allah Azza wa Jaalla.[jwt/ind]
Sumber: rumaysho