MANUSIA tentu akan menghadapi cobaan dan godaan selama hidup di dunia, sehingga tak jarangan mereka akan berkeluh kesah karena merasa tidak sanggup menghadapinya atau merasa resah dengan situasi yang sedang terjadi hingga berputus asa. Gambaran karakter ini telah dijelaskan di dalam Al-Quran dalam surat Al-Ma’arij Ayat 19:
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Dalam ayat di atas, Allah menerangkan bahwa karakter sebagian besar umat manusia tatkala menerima ujian dari-Nya adalah halu‘.
Baca Juga: Kenapa Kita Mengeluh
Al-Ma’arij Ayat 19, Manusia Sering Berkeluh Kesah
Makna dari halu‘ adalah cepat mengeluh tatkala ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan dan cepat kikir tatkala menerima sesuatu yang menyenangkan.
Diambil dari kata kerja dasar hali’a – yahla’u – hala’un, yang artinya mengeluh dan kurang sabar.
Menurut sebagian pakar bahasa, hala‘ merupakan bentuk keluhan yang paling buruk. Orang yang mengeluh disebut hali’un.
Selanjutnya dari kata dasar hala’a turun pecahan kata kerja lain, yakni halwa’a – yuhalwiu – halwa’atan, yang maknanya adalah bergerak dengan cepat.
Dari kata ini timbul kata turunan halu‘ yang disebutkan dalam ayat di atas. Halu sendiri adalah bentuk mubahalah (gaya bahasa yang melebih-lebihkan) dari kata hali‘.
Dengan demikian makna halu‘ adalah orang yang sangat cepat mengeluh dan sangat tidak sabar.
Allah sendiri kemudian menjelaskan mana halu‘ dalam ayat ke-19 di atas, melalui Firman-Nya dalam dua ayat selanjutnya.
Halu‘ adalah orang yang tatkala ditimpa ujian yang menyusahkan ia sangat cepat mengeluh putus asa dan hilang kesabarannya.
Namun tatkala diuji dengan nikmat kesenangan, ia lantas bersikap rakus dan kikir tidak mau mendermakan sebagian kenikmatan yang ia terima kepada sesama manusia.
Sungguh indah dan luar biasa tepatnya pilihan kata yang terdapat dalam Al-Quran dalam menggambarkan makna yang diinginkan oleh Allah.
Ayat di atas menjelaskan bahwa sebagai besar manusia mengeluh tatkala ditimpa ujian yang berupa kesusahan dan kesengsaraan.
Dia mengeluh dengan begitu cepat, kesabarannya dalam waktu sekejap lenyap, mentalnya dalam beberapa saat telah musnah dan muncul penyakit baru bernama keputus asaan.
Ayat di atas bukan hanya menyebutkan kesedihan, kebingungan dan ke gundah-gulanaan semata. Lebih dari itu adalah keluhan, kekurangan sabaran dan keputusan asaan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ar-Raghib Al-Asfahani dalam Mufradat li Gharibil Quran dan dikutip oleh Syekh Syihabuddin Mahmud Al-Alusi dalam Ruhul Ma’ani, mengeluh (Al-Jaza) adalah kondisi yang lebih berat dan lebih parah dari sekedar bersedih.
Sebab mengeluh adalah kesedihan yang memutus harapan, sehingga menyebabkan manusia yang mengalaminya enggan untuk berbuat demi menggapai keinginan dan cita-citanya.
Padahal, ayat di atas menjelaskan bahwa tatkala musibah datang, manusia bukan hanya mengeluh dan meratap biasa melainkan mengeluh dengan kadar yang banyak dan timbul dengan cepat. [Ln]