DILAMAR atau melamar sebenarnya hanya posisi antara wanita dan pria. Yang lebih penting dari itu adalah kesiapannya.
Setiap lajang pasti akan memikirkan bagaimana kalau dilamar atau melamar. Inilah langkah awal menuju mahligai rumah tangga.
Tapi masalahnya, kalau momen dilamar atau melamar itu tiba, apa memang sudah siap? Tiga kesiapan ini tak ada salahnya menjadi pengingat: supaya kita memang telah benar-benar siap.
Satu, tentang Kematangan Diri.
Menikah itu harus dilakukan dengan kematangan pribadi masing-masing calon. Bukan ikut-ikutan, bukan juga paksaan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutnya dengan ba’ah. Ba’ah bisa dimaknai nafkah bisa juga kedewasaan. Yaitu dorongan biologis yang diiringi kesiapan untuk terikat dalam tali pernikahan.
Dengan begitu, sang calon menyadari bahwa inilah saat di mana ia berdiri sendiri tanpa ‘bayang-bayang’ orang tua. Dan, siap membangun rumah tangga bersama suami atau istri.
Jadi, menikah bukan lagi sekadar cinta-cintaan. Tapi kesiapan untuk menjadi ayah atau ibu berikut dengan tanggung jawabnya.
Dua, tentang Pemahaman.
Selain kematangan fisik dan jiwa, para calon juga belajar untuk memahami ‘dunia’ yang akan dilaluinya. Yaitu, ‘dunia’ rumah tangga.
Misalnya, belajar memahami tentang hak dan kewajiban sebagai suami atau istri. Belajar juga memahami bagaimana membangun keluarga dengan berbagai risikonya.
Contoh, seorang suami memahami bagaimana mencari nafkah. Istri juga belajar memahami bagaimana mengurus rumah, dan tentu saja belajar untuk menjadi ibu yang baik.
Tentu saja hal ini dilakukan secara teoritis, karena tak ada praktek belajar menjadi suami atau istri. Bisa melalui bacaan, bisa juga melalui kajian atau diskusi tentang membangun rumah tangga.
Tiga, tentang Finansial.
Seperti isyarat Nabi tentang ba’ah di poin pertama tadi, kesiapan finasial juga masuk dalam makna kesiapan tadi. Baik calon suami, maupun calon istri.
Memang ada perbedaan kesiapan antara calon suami dan istri. Secara finansial, calon suami harus siap menafkahi istri dan anak-anaknya secara rutin.
Sementara kesiapan finansial calon istri, lebih kepada kesiapan untuk acara walimahan jika memang dibutuhkan. Tapi jika pihak calon suami siap untuk semuanya, finansial calon istri bisa disisihkan untuk tabungan masa depan.
Jangan sampai rencana pernikahan yang semula dianggap matang akhirnya tertatih-tatih lantaran kendala pendanaan.
Jadi, sambil menunggu jodoh tiba, tak ada salahnya menyiapkan diri untuk serba siap. Apa pun posisi kita: dilamar atau melamar. [Mh]