KESEDERHANAAN dalam rumah tangga. Jika kedua mempelai memiliki rumah sendiri, tentu akan lebih baik dan lebih tenang bagi keduanya.
Bahkan dengan begitu, mereka lebih bisa menjaga rahasia kehidupan barunya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta Ali Radhiyallahu ‘Anhu untuk berusaha memiliki tempat sendiri, dan itu pun ia laksanakan dengan baik.
Ia berhasil memiliki sebuah rumah khusus, tetapi agak jauh dari kediaman Rasulullah.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta Ali agar sedikit mendekat kepada beliau.
Setelah mampu, Ali akhirnya membangun rumah yang dekat dengan tempat beliau.
Rumah Istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Ketika Haritsah ibn Nu’man mengemukakan hal itu, Rasulullah bersabda, “Engkau benar, semoga Allah memberkahimu.”
Fathimah pun dipindahkan ke rumah Haritsah. Muhammad ibn Umar menuturkan, “Kala itu Haritsah ibn Nu’man memiliki beberapa rumah di dekat masjid Rasulullah dan di sekitarnya. Setiap kali Rasulullah membina keluarga baru, Haritsah ibn Nu’man meninggalkan rumahnya dan merelakannya untuk keluarga baru Rasulullah, hingga semua rumahnya menjadi milik Rasulullah dan para istri beliau.”
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Diriwayatkan dari Amir, ia berkata, “Rasulullah tidak berwasiat apaapa kecuali bahwa rumah-rumah istrinya dan sepetak tanah yang beliau tinggalkan menjadi sedekah.”
Muhammad ibn Umar berkata: Mu’adz ibn Muhammad al-Anshari menceritakan kepadaku, “Aku mendengar Atha’ al-Khurasani dalam sebuah majelis yang di sana terdapat Imran ibn Abi Anas, ia berkata di antara kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mimbar, ‘Aku tahu bilik istri-istri Rasulullah terbuat dari pelepah kurma yang di pintunya tergantung sejumput rambut hitam. Aku turut hadir saat surat Walid ibn Abdil Malik dibacakan. Dalam surat itu, ia memerintahkan untuk memasukkan bilik istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ke dalam rencana pembangunan masjid Rasulullah. Tak pernah kulihat satu hari yang penuh dengan tangisan melebihi hari itu’.”
Atha menuturkan, “Aku mendengar Sa’id ibn Musayyab hari itu berkata, ‘Demi Allah, aku lebih suka jika mereka membiarkannya seperti sediakala, agar seorang anak dari penduduk Madinah atau seseorang yang datang dari seberang dapat melihat apa yang pernah Rasulullah alami dalam hidupnya. Itu akan mendorong manusia untuk tidak memperbanyak harta dan tidak menyombongkan diri dengannya’.”
Mempermudah Pernikahan: Kesederhanaan dalam Rumah Tangga
Baca juga: Ibadah Suami dalam Pekerjaan Rumah Tangga
Mu’adz melanjutkan, “Setelah Atha’ al-Khurasani menyelesaikan perkataannya, Imran ibn Anas berkata, ‘Tadinya di sana ada empat rumah yang terbuat dari tanah dan memiliki empat bilik yang terbuat dari pelepah kurma, sementara lima rumah lagi terbuat dari pelepah kurma yang dilapisi tanah dan tak memiliki bilik. Di pintu rumah rumah tersebut ada sejumput rambut. Tatkala kuukur tirainya, ternyata hanya tiga hasta dan satu tulang atau kurang dari satu tulang. Adapun yang kusebutkan tentang banyaknya tangisan kala itu, aku melihat diriku berada di suatu majelis. Di sana hadir beberapa putra sahabat Rasulullah, di antaranya Abu Salamah ibn Abdirraman, Abu Umamah ibn Sahal ibn Hanif, dan Kharijah ibn Zaid. Mereka menangis hingga air mata membasahi jenggot. Ketika itu Abu Umamah berkata, ‘Coba seandainya semua bangunan itu dibiarkan dan tidak dirobohkan. Tentu orang-orang bisa mawas diri dan tidak bermewah-mewah dalam membangun rumah, dan melihat apa yang diridhai Allah dari Nabi-Nya, padahal kunci perbendaharaan dunia ada di tangannya’.”[Sdz]
Sumber: Buku Bekal Pernikahan karya Syaikh Mahmud Al-Mashri.