ADA tulisan menarik tentang memilih menantu dari penulis buku The Journey of the Light Uttiek Herlambang.
Belum lama sebuah poster buku yang baru edar muncul di media sosial.
Buku itu isinya tentang panduan ta’aruf. Yang membuat saya takjub, isi buku itu menuliskan dengan rinci beratus pertanyaan yang bisa diajukan saat ta’aruf.
“Kalau dia tidak begini, kamu bagaimana? Kalau dia tidak begitu, kamu bagaimana?” dan seterusnya.
Saya sungguh heran membacanya. Seakan menentukan jodoh seperti mengisi quisioner. Skor yang muncul dijumlahkan dan terpilihlah kriteria yang sesuai adalah A atau B.
Tidak salah memang, kalau ada orang yang memilih dengan cara seperti itu. Namun, sesungguhnya Islam telah memberikan panduan untuk “mempermudah” memilih jodoh.
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal.
Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun, dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat.” [HR. Bukhari Muslim].
Panduan “senada” juga diberikan bagi orangtua yang akan mencarikan jodoh bagi anaknya.
“Bila orang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai datang meminang anak gadismu, maka nikahkanlah dengannya. Sebab bila tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan banyak kerusakan.”
Bila kualitas keimanan yang menjadi acuan, maka harusnya tak ada lagi orangtua yang “memperumit” jodoh bagi anaknya.
Baca Juga: Daftar Pertanyaan Ayah untuk Calon Menantu Lelakinya
Memilih Menantu
View this post on Instagram
Seperti yang dialami Nuh bin Maryam. Seorang pemimpin asal Persia yang alim, sekaligus Qadli (hakim) kota, saudagar kaya raya, dan pemilik kebun anggur yang sangat banyak jumlahnya.
Ia memiliki seorang anak gadis yang sangat cantik, shalehah, cerdas, sehingga menarik minat banyak pemuda dan putra para pembesar untuk melamarnya.
Suatu hari, ia meminta budaknya yang berasal dari India bernama Mubarak untuk memetikkan buah anggur dari kebunnya yang baru panen. Diberikannya segenggam anggur pada tuannya, yang ternyata rasanya asam semua.
Nuh bin Maryam kemudian meminta sekali lagi untuk memetikkan anggur dan memilih buah yang telah masak serta manis rasanya. Lagi-lagi yang datang padanya adalah buah yang asam.
“Mubarak, kamu telah bertahun-tahun bekerja padaku, merawat kebun anggurku. Mengapa kamu tidak bisa memilihkan buah yang manis rasanya?” katanya menegur budaknya.
“Wahai Tuanku, engkau hanya memerintahkan aku untuk menjaga kebunmu, dan tidak memerintahkan aku untuk mencicipinya, bagaimana mungkin aku mengkhianatimu?” Jawab Mubarak dengan tegas.
“MasyaAllah!” terkejutlah Nuh bin Maryam akan keshalehan budaknya itu.
“Mubarak, aku ingin menjadikan engkau sebagai menantuku. Karena aku sungguh telah menemukan kebaikan, agama yang kokoh, juga amanah pada dirimu.
“Juga engkau adalah pemuda yang memiliki iffah (kemuliaan diri) serta penjagaan diri. ”
Dari pernikahan putrinya dengan budak itu lahirlah Abdullah bin Mubarak. Seorang ulama besar yang memiliki banyak ilmu, zuhud, dan banyak meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Ibn Mubarak juga seorang saudagar kaya raya yang mendermakan sebagian besar hartanya di jalan Allah.
Dua tahun sekali, ia pergi haji dengan menanggung biaya perjalanan haji orang sekampung dan di tahun berselang ia berjihad di jalan Allah.
Sungguh, Allah selipkan pesan berharga bagi para calon mertua melalui kisah Ibn Mubarak, untuk tidak berumit-rumit dalam urusan jodoh anaknya.
Setuju ya?[ind]