VISI keluarga muslim di Jepang, menurut Yetti Dalimi, Kepala Sekolah Yuai International Islamic School Japan, yaitu berorientasi pada akhirat (QS. At-Tuur: 21) dan juga karakter unggul (QS. Al-Furqon: 74).
Setiap keluarga muslim hendaknya memandang bahwa anak dalam pandangan Islam yaitu sebagai perhiasan (QS. 18: 26), ujian (QS. 8: 28) dan (QS. 64: 15), musuh (QS. 64: 14), dan juga penyejuk mata (QS. 25: 74).
Oleh karena itu, Yetti melanjutkan, aspek pendidikan anak harus diperhatikan oleh para orang tua muslim, khususnya yang bermukim di Jepang.
Baca Juga: Mewujudkan Visi Keluarga
Visi Keluarga Muslim Miliki 7 Aspek Pendidikan
Tujuh aspek pendidikan yang harus ditanamkan, yaitu: kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, kecerdasan sosial, islamic education, kecerdasan daya tahan, kecerdasan hati, dan good leader.
“Pendidikan yang benar adalah satu keniscayaan. Orang tua harus menyadari bahwa anak adalah amanah yang dititipkan sementara yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban pengasuhannya di akhirat (QS. at-Tahrim ayat 6),” ujar Yetti, Ahad (28/3/2021) dalam webinar Peran Orang tua dalam Pendidikan Karakter Anak di Jepang.
Orang tua juga harus memberikan pendidikan yang baik untuk anak. Dalam salah satu hadits riwayat Tirmizi disebutkan bahwa pemberian yang terbaik bagi orang terhadap anaknya adalah dengan pendidikan yang benar.
Dalam QS. al-A’raf ayat 58, Allah menggambarkan keluarga yang baik dengan lahan subur yang lantas akan menumbuhkan pohon yang baik.
Sementara itu, dalam QS. An-Nisa’ ayat 9, Allah subhanahu wa taala memerintahkan orang tua untuk tidak meninggalkan generasi lemah di belakang orang tua
“Kekokohan jati diri yang baik seperti sebuah cocok tanam. Hati yang subur dan lembut akan melesatkan kemampuan anak untuk berkontribusi dalam masyarakat,” tambah Yetti yang berdomisili di Chiba itu.
Baca Juga: Peran Orang tua dalam Membentuk Karakter Anak di Jepang
Pendidikan karakter atau akhlak dalam pandangan Islam, yaitu akhlak berlandasarkan pada al-Qur’an dan sunnah yang digunakan umat Islam sebagai sumber hukum Islam.
Dalil pendidikan karakter Islami pada anak disebutkan dalam QS. al-Qalam ayat 4, yang berbunyi: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Dalam sebuah hadits juga menyebutkan:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR Ahmad).
Hadits lain juga menyebutkan: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR Tirmizi)
Visi Keluarga Muslim di Jepang, Akulturasi Bukan Asimilasi
Menurut Yetti, meskipun Jepang terkenal dengan pendidikan karakter yang kuat sejak usia dini, namun yang membedakan pendidikan karakter dengan konsep Islam yaitu aspek kejujuran, kedisiplinan, tepat waktu, teamwork, implementasi karakter yang detail.
“Banyak orang tua yang salah paham dengan pendidikan karakter Jepang dan Islam, padahal sebenarnya karakter Islam itu menyeluruh,” jelasnya.
Yetti menyerukan agar para orang tua muslim kembali kepada nilai Islam dan memahami peran dan tanggung jawab sebagai orang tua dalam mendidik anak, serta membangun lingkungan dan support system yang baik.
Akulturasi Tidak Berasimilasi
Orang tua harus dapat menetapkan konsep karakter dalam pandangan Islam dan culture dengan benar, penanaman konsep akulturasi, asimilasi, penyesuaian dan adaptasi dalam diri anak secara benar akan memperkuat kecerdasan daya tahan.
“Karakter Islam boleh jadi lebih utama dan unggul, ketimbang pendidikan karakter yang umumnya di lakukan di Jepang. Kuncinya adalah orang tua dapat memberikan pemahaman mengenai akulturasi dan tidak berasimilasi,” ujar Yetti yang sudah memiliki dua cucu tersebut.
Di sekolah-sekolah Jepang, agama bukanlah sesuatu yang dianggap utama.
“Sekolah di Jepang adalah sekolah yang sekuler. Oleh karena itu, anak-anak muslim yang bersekolah di sekolah Jepang mungkin saja mendapat hambatan emosi karena pandangan teman-teman yang berbeda terhadapnya,” ujar Yetti.
Misalnya, bagi siswa muslimah yang memakai jilbab, atau pada saat melakukan shalat di sekolah, mungkin saja ada tantangan dari teman-temannya yang orang Jepang.
“Akulturasi artinya tidak berasimilasi. Menjadi muslim di Jepang, seharusnya memiliki karakter yang luar biasa bagus. Namun, ketika konsep itu tidak jelas, tanpa sadar, ortu muslim kemudian tidak menjadikan nilai Islam itu utama,” jelas Yetti.
Siklus edukasi yang terus menerus membuat anak malah kehilangan arah sehingga menimbulkan dilema dalam membangun karakter anak di Jepang.
Dilema pendidikan karakter di dalam rumah
Permasalahan pendidikan karakter di dalam rumah yang sering terjadi seperti penjagaan akidah dan akhlak, inkonsistensi, dan melihat realita kondisi muslim di Jepang
Dilema dan kebingungan penanaman karakter di lingkungan
Seperti budaya non-Islam dari berbagai aspek. Ada beberapa tantangan yang dihadapi anak dalam lingkungannya, seperti: tantangan pendidikan sekolah, tantangan teman, tantangan budaya, negara maju dan superior, serta monoculture.
“Untuk itu, pendidikan di rumah itu harus intens. Sebagai orang tua, kita mampu untuk mendidik anak sesuai karakter Islami,” tegas Yetti.
Lebih lanjut, Yetti mengatakan bahwa implementasi karakter Islami dalam keseharian muslim di Jepang harus memberi penekanan pada aspek hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia.
Karakter dalam pandangan al-Qur’an tentang manusia berbeda dari konsep humanistik atau materialistik sekuler tentang manusia.
“Dalam konteks Jepang, seorang muslim dituntut untuk dapat berakulturasi dan penyesuaian dalam mengimplementasikan nilai karakter Islam dalam kehidupan masyarakat,” katanya.
Hidup di tengah masyarakat Jepang yang monoculture, hierarki, dan juga berpendidikan karakter yang baik, seharusnya menjadikan seorang muslim itu lebih unggul karena akhlak Islami yang menyeluruh. Pendidikan karakter yang diajarkan di Jepang sudah tercakup dalam nilai-nilai Islami yang sesuai tuntunan al-Qur’an dan Hadits. [ind]