Reward untuk Motivasi Pendidikan Anak
BETAPA sering kita jumpai orangtua memarahi, mencela dan menghukum anak saat mereka melakukan kesalahan. Padahal, ketika anak melakukan ketaatan dan kebaikan, tidak ada reward dan apresiasi untuk mereka.
Jika kita perhatikan dalam ajaran Islam, ada “basyira wa nadzira”, ada “at-targhib wa at-tarhib”, ada “al-khauf wa ar-raja’”.
Seimbang antara kabar gembira dan peringatan, antara motivasi dan ancaman, antara takut dan harapan. Manusia tidak ditumbuhkan hanya dalam satu sisi, misalnya khauf saja tanpa raja’ atau raja’ saja tanpa khauf.
Baca Juga: Islam Membuktikan Pendidikan itu Nir Biaya alias Gratis
Reward untuk Motivasi Pendidikan Anak
Di antara sifat Allah adalah Maha Pemaaf namun juga Dzat yang keras siksaanNya. Akan tetapi rahmat Allah lebih luas dan lebih dominan dibanding kemurkaannya. Allah Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi,
إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي
“Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mendahului kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu dalam aplikasi keseharian, motivasi kebaikan harus lebih sering diberikan dibanding hukuman. Dalam pendidikan anak, orangtua harus lebih banyak memberikan motivasi dan optimisme, dibanding ancaman dan hukuman.
Orangtua juga dibolehkan untuk memberikan apresiasi sebagai bentuk reward untuk memotivasi anak. Syaikh Ahmad Mamduh, anggota Komisi Fatwa Dar Al-Ifta Mesir menjelaskan, orangtua boleh memberi hadiah kepada anak ketika mereka melaksanakan shalat dengan baik.
“Tujuannya adalah untuk memberi gambaran kepada anak bahwa shalat terhubung dengan jalan menuju keberhasilan atau kemenangan, yang dalam hal ini adalah ganjaran di akhirat kelak, yaitu surga,” ujar Mamduh.
Menurut Syekh Mamduh, orangtua harus terus mendorong anaknya sejak dini untuk melaksanakan shalat tepat waktu.
“Orangtua harus khawatir ketika anak-anak mereka meninggalkan shalat. Ingatkan mereka bahwa Allah tidak akan memberi keberkahan hidup kepada mereka yang suka meninggalkan shalat,” tuturnya.
Para sahabat Nabi saw membiasakan anak-anak mereka yang masih kecil untuk berpuasa. Jika anak-anak menangis saat merasa lapar, para sahabat memberikan hadiah mainan agar anak-anak termotivasi untuk bisa berpuasa sehari penuh.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Al-Rubayi’,
أرسل النبي صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء الى قرى الأنصار: من أصبح مفطرا فليتم بقية يومه، ومن أصبح صائما فليصم، قالت: فكنا نصومه بعد ونصوم صبياننا ونجعل لهم اللعبة من العهن، فاذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه ذاك حتى يكون عند الافطار.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus (utusannya) ke kampung-kampung kaum Anshar pada pagi hari ‘Asyura’ (dengan pesan),
‘Barangsiapa yang memasuki pagi hari ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka hendaknya dia menyempurnakan waktu yang tersisa dari hari tersebut (dengan berpuasa), dan siapa yang memasuki pagi hari dalam keadaan berpuasa, maka hendaknya dia melanjutkan puasanya’.
Ar-Rubayi’ berkata, “Maka kami telah melaksanakan puasa pada hari itu dan kami memerintahkan anak-anak kecil kami untuk berpuasa. Kami pun membuat mainan (anak-anak) yang terbuat dari wol.
Jika salah satu dari mereka menangis karena ingin makan, maka kami memberinya mainan tersebut hingga datangnya waktu berbuka”.
Ada kisah menarik yang dinukil oleh Imam Khathib Al-Bagdadi dalam kitab “Syarafu Ashabil Hadits”, tentang masa kecil Ibrahim bin Adham. Kita ketahui bersama, Ibrahim bin Adham adalah seorang imam besar dari generasi tabi’ut tabi’in. Beliau wafat tahun 162 H.
Ibrahim bin Adham menceritakan, “(Ketika aku masih kecil) ayahku berkata kepadaku: ‘Wahai anakku, tuntutlah ilmu hadits, setiap kali kamu mendengar sebuah hadits dan menghafalnya maka kamu dapat (uang) satu dirham’. Maka akupun menuntut ilmu hadits karena motivasi itu”.
Sang ayah memotivasi Ibrahim bin Adham untuk banyak belajar hadits dengan uang satu dirham. Sebagai anak kecil, ia sangat senang mendapat hadiah uang. Rupanya, banyak belajar hadits membuat dirinya menjadi imam besar ketika sudah dewasa.
Allahu’alam Bishowab
Pemateri: Ustadz Cahyadi Takariawan